Lalusetelah cerai semua harta bersama dan usaha mantan istri yg ambil, saya meninggalkan rumah hanya membawa pakaian saja. Lalu tiba-tiba teman nya meminta pertanggungjawaban hutang mantan istri kepada saya karena yg mereka ketahui saya suaminya yg harus bertanggungjawab atas itu dan karena mantan istri sulit ditemui oleh mereka begitupun saya
Salah satu hal penting ketika memutuskan untuk bercerai adalah hak nafkah istri yang perlu diketahui khususnya oleh mantan suami. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan dibahas lebih lanjut mengenai nafkah istri setelah Itu Nafkah Istri?Ketika terjadi perceraian, setidaknya istri akan mendapatkan beberapa hak dari mantan suami. Beberapa hak tersebut adalah nafkah terutang, nafkah anak dan nafkah Wajib Memberikan Nafkah?Mengenai pengaturan nafkah yang ada dalam Kompilasi Hukum Islam atau KHI dalam Pasal 80 ayat 2 dan ayat 4 Kompilasi Hukum Islam, menyatakan bahwa suami wajib untuk melindungi istrinya dan memberikan segala kebutuhan yang diperlukan untuk hidup berumah tangga sesuai dengan dengan penghasilan yang didapatkannya, suami akan menanggungNafkah, kiswah dan tempat kediaman untuk istriBiaya rumah tangga, biaya pengobatan, dan biaya perawatan untuk anak dan atau biaya pendidikan Macam Nafkah Istri1. Nafkah keluargaSebagai kepala keluarga, suami wajib untuk memberikan semua kebutuhan hidup sehari-hari istri dan anak. Seperti tempat tinggal, pakaian, pendidikan, obat-obatan, makanan dan Nafkah batinNafkah tidak selalu dalam bentuk uang atau materi. Istri juga berhak mendapatkan nafkah batin dari suami. Dalam hubungan rumah tangga, ketenangan jiwa menjadi hal yang penting. Ketenangan tersebut tidak hanya dalam bentuk hubungan intim suami istri saja namun juga sikap suami pada istri. Seperti tidak egois, menjaga komunikasi dengan baik, tidak kasar dan Nafkah barang pribadiSuami juga tidak boleh melupakan nafkah untuk kebutuhan pribadi istri. Uang bulanan yang biasanya diberikan pada istri untuk kebutuhan hidup sehari-hari akan berbeda dengan nafkah pribadi tersebut lebih diperuntukkan untuk kebutuhan pribadi istri. Bahkan walaupun istri memiliki penghasilan sendiri. Jika berdasarkan pendapat ulama, penghasilan istri adalah hak istri. Suami tidak berhak untuk hal tersebut kecuali istri sendiri yang Pembagian Nafkah Istri Setelah PerceraianSetidaknya ada beberapa jenis nafkah istri yang wajib dipenuhi oleh suami ketika sudah bercerai, yaitu1. Nafkah madhiyahPertama adalah nafkah madhiyah atau nafkah masa lampau. Nafkah ini merupakan nafkah terdahulu yang dilalaikan atau sengaja tidak diberikan oleh mantan suami pada mantan istri ketika keduanya masih terikat dengan pernikahan atau sebelum bercerai. Dalam hal ini, istri berhak untuk mengajukan tuntutan nafkah madhiyah ketika proses Nafkah iddahNafkah iddah merupakan nafkah istri yang wajib diberikan oleh mantan suaminya ketika terjadi perceraian karena talak. Talak berarti yang mengajukan gugatan cerai adalah dari pihak suami pada istrinya ke pengadilan ini diberikan selama jangka waktu 3 bulan 10 hari dan mulai diberikan ketika mantan suami melakukan ikrar talak di depan majelis hakim. Kemudian untuk jumlah banyaknya nafkah yang diberikan akan ditentukan oleh hakim yang mana disesuaikan juga dengan kemampuan mantan Nafkah mut’ahNafkah mut’ah atau nafkah penghibur merupakan pemberian nafkah istri dari mantan suami yang menjatuhkan talak baik dalam bentuk uang ataupun benda. Nafkah ini wajib diberikan ketika perkawinan putus karena talak dari Nafkah anakJika setelah perceraian, ada anak yang berusia dibawah 21 tahun sedangkan yang memegang hak asuh anak adalah mantan istri, maka mantan suami wajib untuk memberikan nafkah anak pada mantan jumlah nafkah yang diberikan biasanya adalah ⅓ dari jumlah penghasilan suami ketika proses perceraian. Namun hakim juga bisa menentukan lebih dari jumlah tersebut tergantung dokumen bukti mengenai penghasilan yang ditunjukkan oleh istri ketika proses juga Bisakah Suami Di Penjara Karena Menelantarkan Anak?Cara Menuntut Ayah yang Tidak Menafkahi Istri dan AnaknyaTuntutan Nafkah Iddah dan Nafkah Mut’ahNafkah iddah dan nafkah mut’ah yang menjadi nafkah istri yang mana wajib diberikan pada istri ketika terjadi cerai talak. Dalam hal ini berarti nafkah tersebut diberikan ketika istri digugat cerai oleh suami. Lalu bagaimana dengan jika istri yang menggugat cerai suami atau melakukan cerai gugat?Jika berdasarkan hukum di Indonesia sendiri, KHI tidak menegaskan hak istri setelah menggugat cerai suami secara eksplisit. Namun Pasal 152 KHI menegaskan, “Bekas isteri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia nusyuz.” Artinya tidak dijelaskan siapa yang mengajukan cerai terlebih dahulu, istri tetap berhak atas nafkah iddah. Anda tetap dapat mengajukan tuntutan hak nafkah dalam gugatan perceraian, nantinya hakim yang akan Jika Suami Tidak Bertanggung Jawab Atas Nafkah Istri Setelah Cerai?Jika seseorang tidak mematuhi putusan pengadilan maka terkait hal ini Pasal 196 HIR menyebutkan bahwa “Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama Pasal 195, untuk menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan agar ia mematuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.” Jadi berdasarkan hal tersebut, Anda bisa mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri/ Ketua Pengadilan Agama tergantung hukum apa yang Anda gunakan saat bercerai, jika secara Islam dapat diajukan melalui Pengadilan Agama, dan selain Islam dapat diajukan melalui Pengadilan tersebut agar Ketua Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Agama memanggil dan memperingatkan mantan suami agar memenuhi nafkah sesuai Putusan Perceraian paling lambat 8 delapan hari setelah diberi dipanggil atau Pasal 197 HIR alinea ke-1 menyebutkan “Jika sudah lewat tempo yang ditentukan itu, dan yang dikalahkan belum juga memenuhi keputusan itu, atau ia jika dipanggil dengan patut, tidak datang menghadap, maka ketua oleh karena jabatannya memberi perintah dengan surat, supaya disita sekalian banyak barang-barang yang tidak tetap dan jika tidak ada, atau ternyata tidak cukup sekian banyak barang tetap kepunyaan orang yang dikalahkan itu sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu.” Penyitaan akan dijalankan oleh panitera pengadilan Bulan Suami Tidak Menafkahi Istri Jatuh Talak?Perintah untuk memberikan nafkah bagi istri sudah jelas ada dalam Al-Quran. Akan tetapi bagaimana jika suami memiliki masalah sehingga tidak mampu memberikan nafkah? Adakah batas waktunya?Suami yang tidak memberikan nafkah tidak bisa dijadikan alasan untuk melakukan perceraian. Akan tetapi dalam praktiknya, suami yang tidak memberikan nafkah batin atau finansial pada istri bisa menyebabkan hubungan suami istri yang kurang harmonis dan bisa saja terjadi pertengkaran yang dalam hal ini bisa dijadikan alasan terjadinya yang Harus Didahulukan Antara Nafkah Istri dan Ibu?Seorang istri berhak untuk mendapatkan nafkah dan juga sudah menjadi kewajiban suami untuk memberikan nafkah pada istri. Akan tetapi ibu suami merupakan bagian dari keluarga sehingga akan lebih baik jika suami istri bermusyawarah untuk memberikan hartanya pada Persen Gaji Suami Untuk Nafkah Istri?Sebenarnya tidak ada aturan yang jelas mengatur mengenai pembagian persen gaji suami untuk nafkah istri. Besaran tersebut akan ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing sesuai dengan banyaknya kebutuhan rumah bagaimana dengan pemberian nafkah iddah yang wajib diberikan oleh suami pada istri yang melakukan cerai talak? Nafkah iddah memang menjadi hal wajib diberikan pada istri jika suami yang melakukan cerai talak selama waktu 3 bulan 10 nafkah iddah yang harus diberikan akan ditentukan oleh hakim pengadilan agama ketika proses perceraian, yang mana ditentukan berdasarkan beberapa hal. Seperti penghasilan suami, tuntutan dari istri, kesanggupan dari suami, lamanya usia perkawinan, ketaatan istri dalam perkawinan, pembuktian dari istri dan atas dasar kepatutan serta Pemberian Nafkah Ayah Setelah BerceraiKetika belum bercerai, seorang ayah memang memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah pada anak dan istrinya. Seorang suami atau ayah yang melakukan penelantaran, bisa dikenai Pasal 49 Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau UU PKDRT dengan hukuman pidana paling lama 3 tahun atau denda paling banyak berdasarkan hukum, salah satu akibat dari perceraian adalah yang dijelaskan dalam Pasal 41 Nomor 1 Tahun 1974 UU Perkawinan. Dalam pasal tersebut mengatur bahwaKedua orang tua wajib untuk mendidik dan memelihara anak-anaknya, sesuai dengan kepentingan anak; jika ada perselisihan atas penguasaan anak, maka Pengadilan akan memberikan bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan pemeliharaan yang dibutuhkan; jika ayah tidak mampu untuk memberikan kewajiban tersebut maka Pengadilan akan memutuskan sang ibu untuk membantu bisa mewajibkan ayah atau mantan suami untuk memberikan biaya kehidupan dan atau menentukan kewajiban untuk mantan istri. Jadi, seorang ayah memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah pada anaknya setelah resmi bercerai jika anak tersebut belum berusia 21 tahun. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 149 huruf d Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa bekas suami atau seorang ayah wajib memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang masih belum berumur 21 Hukum Jika Suami Menolak Memberikan Nafkah Setelah PerceraianBerdasarkan Pasal 196 HIR, “Jika seseorang yang dikalahkan lalai atau tidak mau memenuhi isi keputusan, maka pihak yang memenangkannya bisa mengajukan permintaan baik tertulis atau lisan pada ketua pengadilan”Langkah hukum yang bisa dilakukan jika suami menolak untuk memberikan nafkah adalah dengan mengajukan permintaan tertulis atau lisan tersebut. Nantinya ketua pengadilan akan memberikan teguran dengan memanggil yang bersangkutan agar mematuhi putusan hakim untuk memberikan nafkah setelah bercerai sesuai jika sudah dalam jangka waktu 8 hari setelah diperingatkan masih belum menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya, maka ketua pengadilan akan memberikan perintah agar dilakukan penyitaan harta benda hingga dirasa cukup untuk mengganti jumlah nafkah yang harus Surat Perjanjian Tuntutan Nafkah Istri Docs & PDF Contoh Surat Perjanjian Tuntutan Nafkah Anak Konsultasikan Permasalahan Cerai Pada JustikaUntuk beberapa orang, cerai adalah solusi untuk permasalahan rumah tangga yang sudah tidak bisa dipertahankan. Namun terkadang dalam proses cerai juga bisa timbul beberapa masalah atau kebingungan yang lainnya. Untuk itu, Justika memiliki solusi untuk masalah atau kebingungan Anda terkait perceraian melalui laman informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.
1PENULISAN HUKUM PEMENUHAN HAK-HAK ISTERI DALAM PERCERAIAN (Studi di Kecamatan Suralaga Kabupaten Lombok Timur) Oleh: GETAR DANURAMANDA JURUSAN ILMU Author: Hengki Sugiarto. 2 downloads 55 Views 287KB Size. Report. DOWNLOAD PDF. Recommend Documents.
BerandaKlinikKeluargaSudah Cerai, Masihka...KeluargaSudah Cerai, Masihka...KeluargaKamis, 14 Mei 2020Kamis, 14 Mei 2020Bacaan 2 MenitSaya sebelumnya memiliki tiga orang istri, namun telah beberapa tahun bercerai dengan istri kedua saya. Baru-baru ini, mantan istri kedua saya meninggal dunia. Dari perkawinan saya dengan istri kedua, saya mempunyai seorang anak yang saat ini telah kuliah. Apakah saya tetap berhak atas warisan dari mantan istri kedua saya? Apakah warisan itu juga harus dibagi dengan istri-istri yang lain, di saat saya tidak punya perjanjian kawin?Ketika suami istri telah bercerai dan telah habis masa idah masa tunggu-nya, maka tidak ada lagi hubungan kewarisan antara keduanya. Hal ini karena hubungan perkawinan keduanya telah putus. Adapun berkaitan dengan harta, maka yang harus dibagi hanyalah harta bersama. Yakni harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini. Untuk menjawab pertanyaan di atas, harus dipahami bahwa orang yang berhak mendapatkan warisan disebabkan oleh dua hal, yaitu karena adanya hubungan perkawinan dan hubungan darahgolongan laki-laki, terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan perempuan, terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari perkawinan terdiri dari duda atau ketentuan di atas, maka ketika suami istri telah bercerai dan telah habis masa idah masa tunggu-nya, maka tidak ada lagi hubungan kewarisan antara keduanya. Hal ini karena hubungan perkawinan keduanya telah apabila telah bercerai namun masih dalam masa idah, maka keduanya masih dapat saling berkaitan dengan harta, maka yang harus dibagi hanyalah harta bersama. Yakni harta yang diperoleh selama dalam perkawinan berlangsung. Harta yang dibagikan secara merata dihitung saat diperolehnya harta tersebut saat perkawinan telah istri-istri lainnya, mereka tidak berhak mendapatkan warisan. Mereka tidak masuk dalam kategori ahli kasus Anda, yang berhak mendapatkan warisan hanyalah anak Anda dan jawaban dari kami, semoga
Istrijuga mempunyai hak untuk tetap dinafkahi oleh suami selama proses perceraian, ini karena berdasarkan Pasal 34 UU Perkawinan, mengatakan bahwa suami wajib untuk melindungi istri dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai kemampuan suami. Apabila suami melalaikan kewajibannya, istri dapat menggugat suami ke pengadilan. Salah satu hak istri setelah perceraian adalah nafkah yang harus dipenuhi oleh suami terhadap istri dan juga anak-anaknya. Dengan demikian, seorang istri dan juga anak-anaknya memiliki hak untuk mendapatkan nafkah dari apabila terjadi perceraian, dapatkah istri memperoleh hak setelah perceraian?Simak hak-hak istri setelah perceraian pada uraian berikut!Tujuan PerkawinanPasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan lanjut lagi, Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam KHI menjelaskan bahwa perkawinan merupakan suatu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghaliza sebagai salah satu ibadah untuk menaati perintah Allah. Dengan demikian, tujuan perkawinan dapat dikatakan sebagai tujuan yang sisi lain, perceraian menjadi salah satu hal yang dihindari dalam tiap ikatan perkawinan. Hampir tidak ada pasangan suami-istri yang berharap untuk tidak akan terjadi apabila suami ataupun istri dapat menjalankan peran serta kewajiban sebagaimana mestinya. Namun pada kenyataannya, tak jarang kita jumpai ikatan perkawinan yang telah dibina harus kandas dan berakhir di meja PerceraianPerlu diketahui bahwa terdapat dua jenis perceraian,Pertama, cerai gugat, merupakan perceraian yang diajukan oleh seorang istri terhadap gugat ini diajukan ke Pengadilan cerai gugat, ada pula yang disebut dengan cerai talak. Cerai talak merupakan perceraian yang diajukan oleh seorang suami terhadap kedua jenis perceraian tersebut tentu ada akibat yang akan timbul ketika ditetapkannya keputusan Majelis Hakim atas perceraian yang terjadi. Salah satu akibat dari sebuah perceraian adalah pembebanan hak anak kepada mantan nafkah ini berlaku baik untuk cerai gugat maupun cerai talak. Hal ini sebagaimana Pasal 41 huruf C Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan UU Perkawinan yang menyebutkan bahwa pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban bagi mantan Hak Setelah PerceraianDirektorat Jenderal Badan Peradilan Agama Ditjen Badilag Mahkamah Agung Republik Indonesia menghimbau kepada kaum perempuan untuk berperan aktif dalam menuntut hak-hak yang bisa ia dapatkan setelah terjadinya ini dilakukan guna mendukung terwujudnya jaminan perlindungan hak perempuan dan anak pasca perceraian. Dengan demikian, maka tidak menutup kemungkinan bagi seorang istri untuk mengajukan tuntutan hak pasca ditetapkannya perceraian oleh Majelis HukumSurat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Tahun 2018 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan Rumusan Kamar Agama III 2 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan Rumusan Kamar Agama Poin Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan Poin Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Permohonan Atau Pemberlakuan Rumus Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2019 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Ditjen Badilag Nomor 1669/DJA/ Tanggal 24 Mei 2021 Perihal Jaminan Pemenuhan Hak-Hak Perempuan Dan Anak Pasca Surat Edaran Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1669/DJA/ perihal Jaminan Pemenuhan Hak-Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian, berikut disampaikan Hak-Hak Perempuan dan Anak Pasca Perceraian Cerai Talak, merupakan perceraian yang terjadi karena adanya permohonan cerai dari suami kepada istri. Jika Pengadilan mengabulkan permohonan cerai talak dari suami, maka sesuai Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam, seorang istri berhak mendapatkan Mut’ah yang layak bekas suaminya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut Qabla al dukhul;Nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi thalak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil;Pelunasan mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separuh apabila Qabla al dukhul;Biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum berumur 21 tahun;Berhak atas nafkah lampau, apabila selama perkawinan tersebut, suami tidak memberi nafkah;Perempuan berhak atas Harta bersama, dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam;Perempuan berhak untuk mendapatkan pula hak hadhanah bagi anak yang belum berumur 12 Gugat, merupakan perceraian yang terjadi karena gugatan seorang istri kepada suaminya ke Pengadilan Agama. Jika Pengadilan Agama mengabulkan permohonan cerai dari seorang istri terhadap suaminya, maka seorang istri berhak mendapatkan Berhak atas nafkah lampau, apabila selama perkawinan tersebut, suami tidak memberi nafkah;Perempuan berhak atas Harta Bersama, dibagi menurut ketentuan sebagaimana tersebut dalam pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam;Perempuan berhak untuk mendapatkan hak hadhanah bagi anak yang belum berumur 12 tahunNafkah Istri Setelah PerceraianDengan demikian, ada empat jenis nafkah yang harus dipenuhi oleh mantan suami terhadap mantan istri dan anak-anaknya. Keempat jenis nafkah tersebut yaitu 1. Nafkah MadhiyahNafkah madhiyah merupakan nafkah yang telah berlalu. Nafkah ini merupakan nafkah terdahulu yang dilalaikan atau tidak dilaksanakan oleh mantan suami kepada mantan istri waktu keduanya masih terikat dalam suatu ikatan perkawinan yang Nafkah IddahSebagaimana kita ketahui bahwa setelah terjadinya perceraian, seorang istri akan mengalami masa iddah, di mana masa tersebut merupakan masa karena itu, nafkah iddah merupakan nafkah yang wajib diberikan oleh mantan suami kepada mantan istrinya dalam menjalani masa iddah atau masa tunggu tersebut, kecuali jika mantan istrinya melakukan pembangkangan atau dalam bahasa Arab disebut Nafkah Mut’ahNafkah mut’ah ini berlaku apabila suami yang mengajukan permohonan perceraian atau sebagai pemohon, sehingga perceraian yang terjadi merupakan cerai talak. Nafkah mut’ah ini diberikan oleh mantan suami kepada mantan istrinya akibat sang istri diceraikan oleh berpendapat bahwa nafkah mut’ah diberikan untuk mengurangi penderitaan ataupun rasa sedih yang dialami oleh mantan istri karena diceraikan oleh suami. Dengan demikian, diwajibkan bagi suami untuk memberikan nafkah mut’ah kepada mantan perlu diketahui, sebagian ahli berpendapat bahwa nafkah mut’ah ini tidak berlaku pada cerai gugat. Maka apabila berpatokan dengan pendapat ini, dapat dikatakan ketika seorang istri mengajukan permohonan perceraian maka ia tidak dapat menuntut nafkah mut’ah dari mantan Nafkah HadhanahNafkah Hadhanah merupakan nafkah pemeliharaan anak. Nafkah ini diberikan oleh mantan suami atas pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur di atas 12 tahun, namun ia memilih untuk tinggal dengan ahli berpendapat bahwa nafkah ini diberikan oleh suami hingga anak dapat mandiri atau hidup 105 KHI menyebutkan bahwa dalam hal terjadi perceraian, pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, sedangkan pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak ketentuan Pasal 105 KHI ini terdapat pengecualian, yaitu apabila terbukti bahwa ibu telah murtad dan memeluk agama selain agama Islam, maka hilanglah hak ibu untuk memelihara anak tersebut sebagaimana ketentuan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No 210/K/AG/ lanjut lagi, hal ini juga didukung oleh pendapat Ulama dalam Kitab Kifayatul Ahyar, Juz II, halaman 94, sebagai berikutSyarat-syarat bagi orang yang akan melaksanakan tugas hadhanah ada tujuh macam berakal sehat, merdeka, beragama Islam, sederhana, amanah, tinggal di daerah tertentu, dan tidak bersuami baru. Apabila kurang satu diantara syarat-syarat tersebut, gugur hak hadlonah dari tangan ini juga sejalan dengan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UU Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan, bakat, serta uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam setiap perceraian yang terjadi tentu ada akibat yang harus ditanggung, terlebih lagi bagi pihak suami yang merupakan kepala Rumah satu hal utama yang dibebankan pada suami akibat adanya perceraian ialah mengenai nafkah, baik bagi mantan istrinya ataupun bagi seorang perempuan telah ditetapkan secara resmi bercerai, maka baginya setidaknya ada empat hak yang ia dapatkan setelah perceraian. Oleh karena itu, seorang istri tidak perlu khawatir dan takut untuk menuntut apa saja yang menjadi haknya, sekalipun ia telah bercerai dengan mantan ini dikuatkan dengan beberapa dasar hukum yang secara jelas mengatur akan hak-hak istri setelah perceraian, yaitu hak-hak atas Nafkah Madhiyah, Nafkah Iddah, Nafkah Mut’ah, dan juga Nafkah bantuan hukum? Anda dapat menghubungi IHW Lawyer di telepon 0812-1203-9060 atau email di tanya untuk mendapatkan jasa pengacara yang profesional, amanah dan berpengalaman di biarkan permasalahan hukum yang Anda hadapi menggangu ketenangan hidup Anda!IHW, demikian sapaan lainnya. Sejak diangkat sebagai advokat Perhimpunan Advokat Indonesia Peradi pada tahun 2010, lulusan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung ini telah memegang banyak perkara litigasi. Mulai dari hukum pidana, perdata, hukum keluarga dan juga ketenagakerjaan. Jikamisalnya seorang mantan istri menggugat pembagian Harta Gonogini yang dikuasai mantan suaminya setelah suami sebagai pengembangan Harta Gonogini setelah terjadinya perceraian, apabila suami menyangkal kebenaran dalil gugatan istri, membuktikan bahwa harta-harta yang dikuasai mantan suami merupakan Harta Gonogini dan merupakan hasil Ramai sebenarnya masih kurang pengetahuan akan hak isteri selepas kematian suami. Sehingga ada waris dan ahli keluarga suami sanggup bertikam lidah untuk merebut harta si mati tanpa persetujuan isteri disebabkan oleh tidak meninggalkan wasiat. Ia adalah perkara yang sangat biasa berlaku dalam masyarakat hari ini. Selain harta berbentuk kereta dan rumah, simpanan KWSP juga perlu dibahagikan secara faraid meskipun penama si mati adalah isterinya. Hak isteri ke atas duit KWSP setelah suami meninggal dunia foto freepik Berdasarkan penerangan oleh seorang speaker’ mengenai kewangan, sekiranya penama si mati merupakan isterinya, ia tidak bermakna keseluruhan duit tersebut adalah milik pasangannya. Hal ini kerana kiraan faraid juga boleh dituntut oleh ibu, bapa dan anak si mati. Justeru, mari kita lihat penjelasan daripada Azizul Azli Ahmad menerusi perkongsiannya di laman Facebook. ”Akak buntu dan tidak ada duit sekarang ni. Duit arwah suami akak, semua sudah dibekukan.” Pening sebab perniagaan arwah tetap kena diteruskan, tapi akak langsung tiada duit, hutang dengan supplier pun sudah banyak. Nak bayar gaji pekerja lagi,” menangis akak tu. ”Tak apa kak. Saya bantu semampu saya.” ”Tak payah cerita bisnes, dik. Perbelanjaan rumah, hutang kereta akak, kad kredit, sebelum ini arwah bayarkan tapi atas nama akak.” Rumah yang akak tengah duduk sekarang ini pun, adik beradik arwah sudah mula tanya hak mereka. Arwah pernah cakap, dia ada namakan akak sebagai penama di KWSP. Sebab arwah kata, semua duit KWSP akan jadi hak akak. Bahagian isteri hanyalah 1/8 sahaja walaupun penama KWSP credit to sources Sebenarnya KWSP bukanlah hak milik mutlak isteri setelah suami meninggal dunia. Bahagian isteri cuma 1/8 sahaja sekalipun anda penama KWSP berkenaan. Sebagai contoh, duit KWSP suami ada RM100,000. Kalau suami meninggal dunia, hak isteri sedikit sahaja, cuma RM12,500. Selebihnya adalah hak waris faraid yang lain. Sambung semula kisah wanita tersebut, rupanya bahagian akak sedikit sahaja. Anak akak pula seorang perempuan. Rupanya dia punya hak tidak banyak. Itu pun tidak settle-settle lagi. Bila arwah sudah pergi, ramai pula ahli keluarga yang nak tuntut hak diorang. Akak buntu. Itulah kisah yang kita ambil iktibar. KWSP bukan hak milik mutlak penama. Penama sebagai urus tadbir sahaja, segala wang tersebut akan difaraidkan. Pembahagian faraid secara umum Kiraan mudah, secara umumnya pembahagian faraid adalah seperti berikut Bapa si mati 1/6 Ibu si mati 1/6 Isteri 1/8 Biasanya baki akan dapat pada anak-anak. Anak lelaki dua bahagian, anak perempuan satu bahagian. Kalau tiada anak lelaki, jadi baki harta akan diberi pada bapa si mati. Kalau bapa si mati telah tiada, adik beradik si mati juga ada bahagiannya masing-masing. Ini secara umum sahaja, untuk lebih detail, anda kena semak semula dengan petadbir urus harta sebab lain situasi, lain pembahagian faraidnya. 5 kesengsaraan isteri selepas kematian suami tercinta credit to sources Wang dalam akaun arwah suami tidak boleh diguna selagi proses faraid belum selesai. Sekiranya anda tahu nombor pin ATM arwah pun tidak boleh dipakai untuk kegunaan sendiri. Wang dalam KWSP bukan hak mutlak isteri walaupun dia sebagai penama. Penama hanya sebagai WASI untuk menjalankan tanggungjawab uruskan wang tersebut bagi proses faraid. Isteri akan dapat 1/8 sahaja dari jumlah tersebut. Tidak banyak kan? Survival mode on! Sebelum proses faraid selesai, isteri amat memerlukan wang untuk teruskan kehidupan seperti biasa bersama anak-anak. Jika semua sepakat dalam proses faraid ini pun, ia akan ambil masa 6 bulan. Kalau tidak sepakat, mungkin makan bertahun juga baru selesai. Kos pengurusan harta faraid seperti kos guaman, pengangkutan dan lain-lain. Kebanyakan masa kini, waris lain tidak mahu keluarkan duit untuk kos tersebut dan hanya ingin dapatkan bahagian mereka sahaja. Jadi isterilah yang kena bersedia keluarkan duit membiayainya. Isteri juga perlukan duit untuk tebus harta daripada waris yang berhak faraid ke atas harta tersebut. Katakanlah ada satu rumah idaman yang isteri bina bersama suami, alih-alih kena jual sebab tidak boleh nk tebus harta tersebut. Jadi persiapkan diri anda awal-awal dengan duit simpanan sekiranya berlaku perkara sebegini. Isteri kena ambil tahu pasal ini, suami pun kena ambil tahu dan ceritakan pada isteri masing-masing. Sengsara ni, dah ramai isteri yang lalui selepas kematian suami. Isteri pujuklah suami untuk sediakan Hibah Takaful sementara masih sihat dan sempat bagi memudahkan urusan kelak. Sumber Azizul Azli Ahmad Kredit foto apaceritatv Peringatan Anda tidak dibenarkan menyiar artikel ini di mana-mana laman web atau status Facebook yang lain, tanpa pemberian kredit dan pautan yang tepat lagi berfungsi pada artikel asal di laman theAsianparent Malaysia Baca juga ”Ibu Masak Nasi Je, Lauk Belum Lagi, Lepas Tu Ibu Mati,” Kisah Sedih Anak Menyaksikan Ibu Meninggal Dunia Ada isu keibubapaan yang buat anda risau? Jom baca artikel atau tanya dan dapat terus jawapan dalam app theAsianparent kami! Download theAsianparent Community di iOS dan Android sekarang! Pemerintah telah mengatur sejumlah ketentuan cerai untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS).Salah satunya terkait pembagian gaji terhadap mantan istri dan anak setelah PNS laki-laki bercerai. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi PNS, dalam kasus perceraian PNS laki-laki diwajibkan menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan - Inara Rusli dan Virgoun menghadiri sidang mediasi gugatan cerai di Pengadilan Agama PA Jakarta Selatan pada Rabu 7/6/2023. Dalam sidang tersebut, Virgoun dan Inara membahas soal hak asuh anak yang sama-sama diperjuangkan oleh mereka. Usai sidang, Inara tampak mencium tangan Virgoun yang hingga saat ini statusnya masih menjadi suaminya. Momen tersebut membuat sebagian wartawan yang menyaksikan bertanya apakah keduanya memutuskan untuk rujuk. Namun Inara mengatakan akan tetap melanjutkan proses perceraian. Sidang berikutnya akan digelar minggu depan. Baca JugaGempa Magnitudo 6,1 Guncang Pacitan, Terasa hingga Kota Solo dan Sekitarnya Sementara itu, Virgoun sendiri memilih enggan berkomentar banyak mengenai sidang perceraiannya dengan Inara. Ia beralasan tidak mau meninggalkan jejak digital jelek untuk kepentingan ketiga anaknya. "Saya nggak mau statement banyak-banyak karena kepentingannya untuk masa depan anak-anak saya," ujar Virgoun. Netizen kemudian dibuat salah fokus dengan pernyataan Virgoun yang menyebut Inara Rusli sebagai mantan istri. Hal itu tentu mengherankan karena proses persidangan Inara dan Virgoun masih berjalan dan hakim belum menetapkan perceraian mereka. "Saya nggak mau apa pun keluar dari mulut saya tentang hal yang negatif tentang mantan istri saya," katanya. Baca JugaBREAKING NEWS Gempa Magnitudo 6,1 Guncang Yogyakarta, Pusatnya di Wilayah Pacitan Netizen pun ramai memberikan komentar terkait pernyataan Virgoun tersebut. Seperti yang dilihat pada akun TikTok "Udah sebut Inara mantan istri saja," ujar salah satu netizen. "Kok aku fokus sama omongan mantan istri," timpal yang lain. "Virgoun kok mantan istri, kan belum ada putusan cerai. Masih istrimu loh," komentar netizen lainnya. "Mantan istri, kok aku sedih ya dengernya," tulis netizen yang lain. "Mantan istri, belum ketok palu, berarti benar-benar ingin cerai," cibir yang lain.* Harianjogjacom, JAKARTA — Regulasi Pegawai Negeri Sipil berupa PP Nomor 45 Tahun 1990 telah memperbarui menyempurnakan PP No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.Salah satu yang diatur adalah hak mantan istri PNS. Di dalam PP 10/1983 tertulis bahwa istri yang telah dicerai suami berstatus PNS masih memiliki hak atas gaji suami.

HAK-HAK PEREMPUAN DAN ANAK PASCA PERCERAIAN UU No 1 tahun 1974 diubah dengan UU No 16 Tahun 2019 jo PERMA No 3 Tahun 2017 jo SEMA No 3 tahun 2018 jo SEMA No 2 Tahun 2019 jo Kompilasi Hukum Islam Hak-Hak Perempuan Pasca terjadinya perceraian perempuan berhak mendapat Nafkah Iddah nafkah dalam masa tunggu, adalah nafkah yang wajib diberikan oleh mantan suami kepada mantan istri yang dijatuhi talak selama mantan istri menjalani masa iddah masa tunggu, kecuali jika mantan istrinya melakukan nusyuz pembangkangan. Nafkah Madhiyah nafkah masa lampau, adalah nafkah terdahulu yang dilalaikan atau tidak dilaksanakan oleh mantan suami kepada mantan istri sewaktu keduanya masih terikat perkawinan yang sah; Mut’ah penghibur, pemberian dari mantan suami kepada mantan istrinya yang dijatuhi talak baik berupa uang atau benda lainnya. Hadhanah pemeliharaan anak, adalah hak pemeliharaan atas anak yang belum mumayyiz terlihat fungsi akalnya atau belum berumur 12 tahun, atau anak yang telah berumur 12 tahun atau lebih namun memilih dipelihara oleh ibunya. Hak-Hak Anak Pasca terjadinya perceraian, seorang anak berhak mendapat Nafkah Madhiyah Anak nafkah lampau anak, adalah nafkah terdahulu yang dilalaikan atau tidak dilaksanakan oleh ayah mantan suami kepada anaknya sewaktu anak tersebut belum dewasa dan mandiri berusia 21 tahun. Biaya Hadhanah pemeliharaan dan nafkah anak, adalah biaya pemeliharaan dan nafkah untuk anak yang hak hadhanah hak pemeliharaannya telah ditetapkan kepada salah satu dari orang tuanya atau keluarga lain yang menggantikannya.

Apabila istri marah pada suami dan takut tidak dapat menjalankan perintah Allah dalam memenuhi hak-hak suami maka istri boleh melakukan gugat cerai. Al-Halwani menyatakan gugat cerai dalam konteks ini sunnah. Adapun suami maka menurut pendapat yang sahih adalah sunnah mengabulkan permintaan istri. Penelitian bertujuan mengetahui bentuk perlindungan Terhadap Istri Melalui putusan pengadilan di Pengadilan Agama Belopa dan mengetahui pelaksanaan isi putusan hakim Pengadilan Agama Belopa tentang pemberian nafkah mantan istri akibat cerai talak. Metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis-sosiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan bentuk perlindungan hukum terhadap istri yang diberikan melalui putusan pengadilan yaitu berupa pemberian nafkah lampau, nafkah mut’ah, nafkah iddah, dengan cara pembebanan kepada bekas suami. Dan Pelaksanaan pemberian nafkah mantan istri akibat cerai talak dilaksanakan setelah suami membacakan ikrar talak atau setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Namun dalam prakteknya, banyak suami yang tidak mau membayarkan nafkah mantan istri di persidangan, sehingga hakim memberikan kebijakan dengan memerintahkan suami untuk membayarkan mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah sebelum pembacaan ikrar talak atau menunda sidang penyaksian ikrar talak bagi suami yang ingkar terhadap kewajibannya. Kebijakan tersebut dilakukan untuk memberikan perlindungan hak-hak mantan istri dan memberikan keadilan bagi istri yang ditalak oleh suaminya. This study aims to determine the form of protection for wives through court decisions at the Belopa Religious Court and to find out the implementation of the contents of the Belopa Religious Court judge's decision regarding providing a living for ex-wives due to divorce. The method used is a sociological-juridical research method. The results showed that the application of the form of legal protection to the wife that was given through a court decision was in the form of giving a past income, living a mut'ah, iddah income, by means of imposition to the ex-husband. And the provision of income for the ex-wife due to divorce is carried out after the husband has read the divorce vow or after the decision has permanent legal force. However, in practice, many husbands do not want to pay for their ex-wives in court, so the judge provides a policy by ordering their husbands to pay mut'ah, iddah livelihoods, and madhiyah livelihoods before reading the divorce vows or postpone the hearing of the divorce vows for husbands who renounce obligation. This policy was carried out to protect the rights of the ex-wife and to provide justice for the wife who was bullied by her husband. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Journal of Philosophy JLP Volume 2, Nomor 1, Juni 2021 P-ISSN'2722-1237,'E-ISSN'2722-2020'Websitehttp Hukum Hak-Hak Istri Pasca Perceraian Nasriah,2, Dachran S. Busthami1, Hamza Baharuddin1 1 Magister Ilmu Hukum, Universitas Muslim Indonesia. 2 Koresponden Penulis, E-mail ABSTRAK Penelitian bertujuan mengetahui bentuk perlindungan Terhadap Istri Melalui putusan pengadilan di Pengadilan Agama Belopa dan mengetahui pelaksanaan isi putusan hakim Pengadilan Agama Belopa tentang pemberian nafkah mantan istri akibat cerai talak. Metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis-sosiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan bentuk perlindungan hukum terhadap istri yang diberikan melalui putusan pengadilan yaitu berupa pemberian nafkah lampau, nafkah mut’ah, nafkah iddah, dengan cara pembebanan kepada bekas suami. Dan Pelaksanaan pemberian nafkah mantan istri akibat cerai talak dilaksanakan setelah suami membacakan ikrar talak atau setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Namun dalam prakteknya, banyak suami yang tidak mau membayarkan nafkah mantan istri di persidangan, sehingga hakim memberikan kebijakan dengan memerintahkan suami untuk membayarkan mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah sebelum pembacaan ikrar talak atau menunda sidang penyaksian ikrar talak bagi suami yang ingkar terhadap kewajibannya. Kebijakan tersebut dilakukan untuk memberikan perlindungan hak-hak mantan istri dan memberikan keadilan bagi istri yang ditalak oleh suaminya. Kata Kunci Perlindungan; Hukum; Hak; Istri; Perceraian ABSTRACT This study aims to determine the form of protection for wives through court decisions at the Belopa Religious Court and to find out the implementation of the contents of the Belopa Religious Court judge's decision regarding providing a living for ex-wives due to divorce. The method used is a sociological-juridical research method. The results showed that the application of the form of legal protection to the wife that was given through a court decision was in the form of giving a past income, living a mut'ah, iddah income, by means of imposition to the ex-husband. And the provision of income for the ex-wife due to divorce is carried out after the husband has read the divorce vow or after the decision has permanent legal force. However, in practice, many husbands do not want to pay for their ex-wives in court, so the judge provides a policy by ordering their husbands to pay mut'ah, iddah livelihoods, and madhiyah livelihoods before reading the divorce vows or postpone the hearing of the divorce vows for husbands who renounce obligation. This policy was carried out to protect the rights of the ex-wife and to provide justice for the wife who was bullied by her husband. Keywords Protection; Law; Right; Wife; Divorce Perlindungan Hukum Hak … Nasriah, Busthami & Baharuddin 16 !PENDAHULUAN Perceraian merupakan realitas yang tidak dapat dihindari apabila kedua belah pihak telah mencoba untuk mencari penyelesaian dengan jalan damai yakni dengan musyawarah, jika belum ada kesepakatan dan merasa tidak dapat melanjutkan keutuhan rumah tangga, maka barulah kedua belah pihak dapat membawa permasalahan ini ke dalam pengadilan untuk mencari jalan keluar yang baik. Pengadilan merupakan upaya terakhir untuk mempersatukan suami istri yang berniat bercerai dengan jalan membuka lagi pintu perdamaian dengan jalan musyawarah memakai penengah yaitu hakim, untuk orang yang beragama islam akan pergi ke Pengadilan Agama dan untuk orang yang beragama selain islam akan pergi ke Pengadilan Negeri Ridwan, 2018. Perceraian merupakan suatu perbuatan hukum yang dapat menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Sesuai dengan Pasal 114 Kompilasi Hukum Islam, putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak yang diajukan oleh suami atau gugatan cerai yang diajukan oleh istri Sabiq, 2009. Akibat putusnya perkawinan, istri berhak mendapatkan mut’ah, dan nafkah iddah dari mantan suaminya apabila perceraian tersebut atas kehendak suaminya sendiri. Mantan istri juga berhak mendapatkan nafkah madhiyah apabila suami tidak memberikan nafkah selama dalam perkawinan yang sah Yulianti, Abikusna & Shodikin, 2020. Pasal ini menentukan kewajiban mantan suami untuk memberikan mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah kepada bekas istrinya. Dalam hal ini, walaupun istri tidak mengajukan gugatan rekonvensi, majelis hakim dapat menghukum mantan suami untuk memberikan mut’ah, nafkah iddah kepada mantan istrinya dan nafkah madhiyah bilamana istri mengajukan rekonvensi Sabiq, 2009. Salah satu akibat dari cerai talak adalah istri menjalani masa iddah. Masa iddah yaitu masa-masa bagi seorang istri menunggu dan mencegah dari menikah lagi karena suaminya meninggal atau di cerai talak oleh suaminya. Hukum iddah adalah wajib bagi istri yang ditinggalkan oleh suaminya Sabaruddin, 2019. Akibat dari perceraian khususnya cerai talak bagi suami adalah wajib memberikan mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah bagi istrinya yang telah dijatuhi talak. Mut’ah adalah pemberian suami kepada mantan istri yang sudah dijatuhi talak pesangon baik berupa benda atau uang. Akibat dari istri yang ditalak adalah mantan istri berhak mendapatkan mut’ah. Pemberian mut’ah dari suami kepada istri adalah wajib tetapi harus disesuaikan dengan kemampuan dan kepatutan suami. Selain mut’ah kewajiban lain dari suami adalah memberikan nafkah iddah dan nafkah madhiyah Annas, 2017. Nafkah iddah diberikan selama masa iddah kepada istri yang ditalak dengan pemberian menurut waktu istri yang ditalak dan nafkah madhiyah diberikan ketika bekas istri menuntut kepada bekas suami akibat bekas suami tidak memberikan nafkah selama masa tertentu dalam perkawinan Heniyatun & Anisah, 2020. Inilah fenomena-fenomena yang sering timbul dari perceraian ketika suami tidak melaksanakan kewajibannya terhadap istri dan anak pada masa iddah. Setelah terjadi perceraian si suami harus memberikan minimal tempat tinggal yang layak 17 !"$%&'"*+,-./'"0" kepada mantan istri dan anaknya. Berkenaan dengan kewajiban suami tersebut, Kompilasi Hukum Islam pasal 18 ayat 1 menyebutkan “suami wajib menyediakan kediaman bagi istri dan anak-anaknya atau mantan istrinya yang masih dalam masa iddah.” Bila suami melalaikan kewajiban ini, maka istri dapat mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama sekaligus gugatan nafkah iddah, ini yang di sebut dengan fasakh. Guguatan tersebut dapat di ajukan bersama-sama sewaktu istri mengajukan berkas gugatan atau dapat pula gugatan tersebut di ajukan kemudian. Akan tetapi adapula kewajiban tersebut tidak dapat di bebankan kepada mantan suami, misalnya jika perceraian tersebut di sebabkan istri murtad atau sebab-sebab lainnya yang menjadikan suami tidak wajib menunaikan hak istri. Dan apabila telah ada kemufakatan bersama atas keputusan Pengadilan Agama tentang nafkah anak tersebut, maka dapat pula nafkah anak di tanggung bersama antara keduanya suami istri. Pengadilan Agama adalah lembaga yang berwenang dalam menyelesaikan masalah perceraian umumnya dan nafkah iddah khususnya. Namun untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut di atas para pencari keadilan dalam hal mantan istri yang harus agresif mengadukan permasalahannya kepengadilan agama, bila tidak mendapatkan kejelasan dan kepastian hukum tentang perkara yang mereka alami. Namun pengakuan tersebut harus tetap di laksanakan sesuai dengan prosedur yang telah di tentukan oleh undang-undang yang berlaku. Apabila istri tidak mendapatkan hak-hak yang di atur oleh Komplikasi Hukum Islam, maka ia dapat mengajukan tuntutan kepada mantan suaminya ke Pengadilan Agama di tempat melangsungkan perceraian. Dalam praktek, ketika Pengadilan Agama menggelar sidang penyaksian ikrar talak untuk memberi kesempatan kepada pemohon mengikrarkan talaknya kepada termohon sebagaimana isi amar putusan, termohon menyatakan dirinya siap untuk menerima talak dari pemohon segera pula pemohon menyerahkan kepadanya semua yang menjadi hak termohon sebagaimana dinyatakan dalam amar putusan yaitu mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah. Sering kali keinginan termohon tidak bisa terpenuhi karena pemohon dengan berbagai alasan menyatakan dirinya belum siap memenuhi perintah putusan tersebut. Akibatnya sidang penyaksian ikrar talak ditunda oleh Pengadilan Agama. Sidang yang ditunda tidak bisa lama karena apabila dalam jangka 6 bulan tidak dilakukan sidang penyaksian ikrar talak, maka putusan tersebut gugur sesuai dengan Pasal 70 ayat 6 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Apabila pemohon beriktikad buruk, meskipun ia mampu membayar sesuai dengan isi putusan, akan tetapi ia tidak mau membayar, sehingga putusan hakim banyak yang tidak dilaksanakan, pada akhirnya putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang tidak berguna. Banyak suami yang pergi begitu saja karena tidak mau membayar kewajiban mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah. Ketika terjadi ingkar seperti itu, maka hakim tidak mempunyai wewenang dan dalam Undang-Undang tidak dicantumkan hukuman bagi suami yang tidak mau membayar mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah kepada mantan istrinya yang sudah dijatuhi talak. Eksekusi juga sangat memberatkan pihak istri bilamana biaya Perlindungan Hukum Hak … Nasriah, Busthami & Baharuddin 18 !eksekusi tidak seimbang dengan nafkah yang diterima dan pelaksanaan eksekusi membutuhkan waktu yang cukup lama. METODE PENELITIAN Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yurides empiris, yaitu suatu metode pendekatan yang menekankan pada teori-teori hukum dan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti atau suatu pendekatan yang melihat dari faktor yuridisnya. Metode pendekatan yuridis empiris ini merupakan cara prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap data dilapangan. Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Belopa. Dipilihnya lokasi penelitian tersebut, karena sejak Pasca pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah menjadi Undang-Undang Tahun 2006 dan UU Tahun 2009 perubahan kedua atas UU Tahun 1989 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Pengadilan Agama Belopa telah menerima perkara perceraian namun belum ada penelitian mengenai Analisis Perlindungan hukum hak-hak istri pasca perceraian PEMBAHASAN A. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Istri Melalui Putusan Pengadilan Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 38 yang juga didukung oleh Kompilasi Hukum Islam Pasal 113 menyatakan bahwa “Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan Pengadilan” .Selanjutnya dalam tulisan ini yang penulis akan bahas yaitu putusnya perkawinan karena perceraian, dalam islam dikenal dua jenis perceraian yaitu cerai gugat dan cerai Talak. Pengadilan Agama berdasarkan pada undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 41 bahwa hakim Pengadilan Agama dapat menetapkan kepada mantan suami untuk memberikan hak istri pada masa iddah. Jadi berdasarkan undang-undang Perkawinan dalam pasal 41 ayat c Undang-undang No. 1 tahun 1974 menjelaskan bahwa Pengadilan Agama dapat memutuskan bahwa suami wajib memberikan biaya penghidupan pada masa iddah bekas istri. Sedangkan apabila terjadi perselisihan pendapat antara suami dan istri mengenai besar kecil jumlah nafkah tersebut maka Pengadilan Agama dapat menentukan jumlah dan wujud nafkah iddah kepada istri, dimana jumlah dan wujud nafkah tersebut disesuaikan dengan kemampuan suami dengan tanpa memberatkan si suami. Terdapat contoh kasus yaitu putusan nomor 91/ yang pada putusannya memberikan perlindungan hukum kepada istri yang hendak diceraikan oleh suami berupa pemberian nafkah mut’ah berupa cincin emas 1 satu gram dan nafkah Iddah selama tiga bulan sejumlah Rp. satu juta rupiah. Hakim memberikan perlindungan kepada istri dengan mengarahkan suami untuk memberikan nafkah-nafkah tersebut kepada istri meskipun dalam kasus istri tidak meminta sama sekali nafkah kepada suaminya setelah diceraikan, yang kemudian disanggupi dan disepakati oleh suami. Adapun penentuan nominalnya hakim 19 !"$%&'"*+,-./'"0" memperhatikan tingkat kemampuan suami seperti pekerjaan, penghasilan dan kesaksian para saksi di persidangan mengenai kemampuan suami mengenai kondisi keuangan suami dalam memberikan nafkah mut’ah dan iddah. Jumlah yang disanggupi oleh suami itu berdasarkan pengakuan dan kesanggupan suami bahwa ia hanya mampu memberikan dengan jumlah yang telah disebutkan diatas. Hakim berpegang pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 149 yang menegaskan bahwa bila perkawinan putus karena thalak, maka bekas suami wajib a. memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qabla al-dukhul, b. memberi nafkah, maskan, dan kiswahkepada istri selama dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi thalak bai’in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil. Pada Pengadilan Agama Belopa, dari semua kasus perceraian semua tuntutan istri dipenuhi, namun menurut hasi wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Belopa, tidak menutup kemungkinan tuntutan atau permintaan istri dapat dipenuhi semua. Jika menurut hakim itu perlu dan memang merupakan hak istri juga suami mampu memenuhi, maka hakim mengabulkan. Tapi jika dalam permohonan istri terlalu memberatkan suami melebihi batas kemampuannya maka hakim akan mengurangi atau tidak mengabulkan permohonan istri-istri yang diceraikan maupun menceraikan. Alasan hakim dalam memberikan perlidungan hukum terhadap istri dalam putusannya karena istri harus mendapatkan hak-haknya yang dijamin oleh hukum dimana suami harus memenuhi kewajibannya terhadap istrinya, tapi bukan berarti istri dibolehkan untuk menutut sesuai keinganan hatinya tanpa mempertimbangkan keadaan suami. Dalam menetapkan pembebanan nafkah oleh suami, hakim bergantung pada penghasilan suami, dan kondisi fisik suami, hal ini telah sesuai hukum dan memenuhi asas keadilan. Bentuk perlindungan hukum hakim dalam proses persidangn memberitahukan kepada istri yang tidak menuntut pemberian nafkah oleh suaminya yang sebagian besar tidak menuntut karena ketidaktahuan istri mengenai haknya sendiri, maka hakim akan mengarahkan istri dan jika istri meminta maka hakim akan memutuskan hal tersebut dengan membuat suami menyepakati hak yang diminta oleh istri, tetapi jika tidak terjadi kesepakatan dalam artian suami tidak menyepakati tuntutan istri yang diminta padahal suami mampu secara materi dan bukti-bukti persidangan mendukung di penuhinya tuntutan istri maka hakim dengan jabatannya akan mengeluarkan putusan secara ex officio dan hal ini sesuai dengan kewenangan hakim akrena jabatannya dan didukung oleh Pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974. B. Pelaksanaan Isi Putusan Hakim Pengadilan Agama Belopa Tentang Pemberian Nafkah Mantan Istri Akibat Cerai Talak, dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seorang suami yang telah menceraikan istrinya wajib memberikan mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah, hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 34 dan Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 149 huruf a b dan 158. Nafkah iddah dan mut’ah merupakan kewajiban dari suami kepada mantan isteri yang telah diceraikan. Hal ini merupakan suatu sikap yang sepatutnya dilakukan Perlindungan Hukum Hak … Nasriah, Busthami & Baharuddin 20 !oleh suami karena pada perkara cerai talak, pihak suami yang berkeinginan untuk bercerai atau putus perkawinan dengan isterinya. Sehingga sebagai penghargaan atau imbalan walaupun belum cukup sebagai pengobat kekecewaan, akan tetapi nafkah iddah dan mut’ah bisa sedikit meringankan beban hidup ketika menjalani masa iddahdan bisa menjadi penggembira bagi isteri yang diceraikan. Sedangkan nafkah madhiyah adalah nafkah yang diberikan oleh suami kepada mantan istri karena selama masa perkawinan suami tidak memberikan nafkah kepada istri. Nafkah madhiyah ini bisa dimiliki oleh mantan istri apabila istri mengajukan gugatan rekonvensi kepada mantan suami. Dengan merujuk pada kepentingan nafkah bagi mantan isteri yang sedang menjalani masa iddahnya, maka tepat kiranya dalam sistem hukum perkawinan di Indonesia, jika suami menceraikan isterinya ia harus membayar sejumlah uang sebagai wujud pemberian nafkah, maskan, dan kiswah isteri pemberian ini diwajibkan dengan atau tanpa adanya permintaan dari isteri. Permintaan dari isteri yang dimaksud dalam hal perkara cerai talak adalah isteri mengajukan gugatan rekonvensi terkait mut’ah, nafkah iddah dan nafkah madhiyah. Pada dasarnya yang menjadi putusan berkekuatan hukum tetap pada perkara cerai talak adalah pembacaan ikrar talak sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 66 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang berbunyi “Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.” Pembacaan ikrar talak dilakukan setelah hakim membacakan putusan. Pembacaan putusan dilakukan oleh Majelis Hakim secara bergantian antara anggota Majelis Hakim. Pengucapan putusan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum Bintania, 2013 Putusan cerai talak yang biasanya terjadi di Pengadilan Agama Belopa diikuti dengan kewajiban suami untuk membayar mut’ah, nafkah iddah dan nafkah madhiyah terhadap isteri yang telah diceraikan. Suami diberi kewajiban membayar mut’ah dan nafkah iddah dikarenakan hakim diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk membebani suami agar memberikan mut’ah dan nafkah iddah kepada isteri yang diceraikan. Artinya bahwa hakim secara ex officio dapat menentukan mut’ah dan nafkah iddah sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 41 huruf c Undang-Undang Tahun hakim tentu saja tidak serta merta menghukum suami selaku pemohon secara ex officio apabila termohon tidak mengajukan gugatan rekonvensi. Adapun yang menjadi pertimbangan hakim dalam menghukum pemohon secara ex officio diantaranya adalah isteri tidak nusyuz, qobla dukhul dan kemampuan suami secara materi Manan, 2005. Pelaksanaan pembayaran nafkah mantan istri oleh suami, dilakukan setelah ada putusan sebab putusan mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk dapat dijalankan atau dilaksanakan. Kekuatan tersebut ada berdasarkan kepala putusan yang berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Apabila tidak dicantumkan kata-kata tersebut maka putusan yang dijatuhkan hakim tidak dapat dilaksanakan eksekusinya seperti yang termuat dalam Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo Pasal 57 21 !"$%&'"*+,-./'"0" ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 Manan, 2005. Hal ini tidak berarti pihak pengadilan melarang suami membayar kewajibannya sebelum ada putusan yang sah namun secara logika seseorang belum mengetahui berapa yang harus dibayar sebelum ada keputusan yang pasti Metokusumo, 1998. Putusan yang dapat dieksekusi adalah setiap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan bersifat menghukum condemnatoir. Terhadap putusan cerai talak isi putusan konvensi tentang ikrar talak eksekusinya adalah dengan cara membuka sidang penyaksian ikrar talak. Sedangkan isi putusan rekonvensi eksekusinya adalah dengan cara eksekusi pembayaran sejumlah uang sebagaimana diatur dalam pasal 197-200 HIR/dan Pasal 208-218 RBg. Dengan demikian putusan konvensi dan putusan rekonvensi dapat dipahami sebagai isi putusan yang masing-masing berdiri sendiri, apabila tidak ada klausula yang mengaitkan kedua isi putusan tersebut, maka keduanya tetap berdiri sendiri. Maka dengan tidak dipenuhinya isi putusan rekonvensi tidak dapat menghalangi pelaksanaan isi putusan konvensi. Mengenai isi putusan konvensi tentang ikrar talak pelaksanaan eksekusi putusan cerai talak yang dikabulkan mempunyai kekhususan, sebagai berikut 1. Eksekusi dilaksanakan tidak melalui proses permohonan oleh pihak yang diizinkan kepada Ketua Pengadilan Agama yang memutus perkara. 2. Eksekusi tidak dilakukan oleh Panitera dan Juru Sita atau Juru Sita Pengganti Pengadilan Agama. 3. Eksekusi tidak didahului tindakan aanmaning, akan tetapi dalam praktiknya, kedua belah pihak hadir dalam persidangan sesaat sebelum suami membacakan ikrar talak, Majelis Hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak terlebih dahulu. 4. Eksekusi dilaksanakan setelah putusan berkekuatan hukum tetap dengan Penetapan Hari Sidang untuk penyaksian ikrar talak yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim. 5. Eksekusi ikrar talak dilaksanakan di gedung Pengadilan Agama dalam persidangan Majelis Hakim yang memutus perkara. 6. Apabila suami dalam waktu 6 bulan sejak ditetapkannya Penetapan Hari Sidang untuk penyaksian ikrar talak, tidak dating atau mengirim wakilnya, maka gugurlah putusan cerai talak dan perceraian tidak dapat diajukan lagi dengan alasan yang sama Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 7. Eksekusi ikrar talak dilaksanakan di depan persidangn Majelis Hakim Pengadilan Agama dengan berpedoman pada Pasal 122 Kompilasi Hukum Islam “Talak bid’i adalah talak yang dilarang yang dijatuhkan pada waktu istri dalam keadaan haid atau istri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.” Maksudnya adalah Majelis Hakim melarang suami atau kuasanya mengucapkan ikrar talak pada waktu istri sedang haid, atau istri dalam keadaan suci tetapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut, karena talak bid’i adalah talak yang dilarang oleh syari’at Islam. Apabila terjadi keadaan seperti itu, maka Majelis Hakim menunda pelaksanaan ikrar talak sampai istri dalam keadaan suci atau tidak dicampuri oleh suaminya Munthohar, 2010. Perlindungan Hukum Hak … Nasriah, Busthami & Baharuddin 22 !Pada dasarnya ada dua cara pelaksanaan pembayaran nafkah mantan istri yang ada di Pengadilan Agama, yaitu dengan cara sukarela, dimana suami melakukan pembayaran nafkah kepada mantan istri tanpa adanya paksaan, dan yang kedua dengan cara paksaan yaitu dengan cara eksekusi Manan, 2005. Pelaksanaan pembayaran nafkah mantan istri yang dilakukan oleh Pengadilan Agama Belopa untuk terlaksananya pembayaran mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah dilakukan dengan upaya pendekatan persuasif sesuai kesepakatan para pihak yang berperkara, agar tidak memberatkan salah satu pihak sehingga akan tercipta rasa keadilan dan untuk menjamin pelaksanaan Peradilan yang seadil-adilnya. Pelaksanaan pemberian mengenai mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah yaitu dengan cara pembayaran mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah dilakukan di depan persidangan, yaitu pada saat sidang ikrar talak suami. Dalam prakteknya, hakim di Pengadilan Agama Belopa memerintahkan pemohon untuk menunaikan kewajiban sebelum atau sesaat setelah sidang pengucapan ikrar talak, hal ini dilakukan untuk menjamin kepastian hak istri yang ditalak oleh suami. Sebelum suami mengucapkan ikrar talak di depan sidang pengadilan, suami terlebih dahulu harus memenuhi kewajibannya terhadap mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah bagi mantan istri yang ditalaknya. Berdasarkan wawancara penulis dengan ibu Rajeng dan ibu Winarli, dimana dalam wawancara mereka mengaku bahwa dalam sidang penyaksian ikrar talak hakim memerintahkan suami selaku pemohon untuk memberikan nafkah sebelum suami membacakan ikrar talak. Hal serupa juga terjadi pada ibu Rumeda dan ibu Kalmiati, dimana suami selaku pemohon enggan melaksanakan pembayaran mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah terhadap istri, sehingga hakim tidak mengijinkan pemohon melaksanakan ikrar talak dan menunda sidang penyaksian ikrar talak. Sidang penyaksian ikrar talak dilaksanakan setelah pemohon sanggup membayar nafkah tersebut. Setelah suami sanggup melaksanakan pembayaran nafkah terhadap istri, hakim memerintahkan pemohon untuk melaksanakan pembayaran terlebih dahulu sebelum membacakan ikrar talak. Berbeda dengan ibu sri dan ibu Dita , dimana pelaksanaan pembayaran mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah dilaksanakan setelah suami membacakan ikrar talak. Bapak Muhammad Ali, Ibu Helvira, SHI dan Bapak Husaima, SHI, bahwa beliau pernah memerintahkan suami untuk membayar mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah sebelum pembacaan ikrar talak. Kebijakan tersebut dilakukan karena untuk melindungi hak istri yang telah diceraikan suaminya. Apabila suami belum sanggup memenuhi kewajiban membayar mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah, maka sidang penyaksian ikrar talak ditunda. Sidang akan dibuka kembali setelah suami sanggup memenuhi kewajibannya terhadap mantan istri. Menurut penulis, Majelis Hakim dapat menunda pelaksanaan sidang penyaksian ikrar talak selama kebijakan tersebut tidak melanggar aturan yang ada. Penundaan sidang ikrar talak yang dilakukan Majelis Hakim Pengadilan Agama Belopa jika istri keberatan di talak sebelum menerima mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah, maka hal tersebut sesuai dengan UU No. 7 Tahun 1989. Sebab sidang ikrar talak sebagai perwujudan eksekusi ikrar talak, boleh dilakukan kapanpun selama tidak 23 !"$%&'"*+,-./'"0" lebih dari enam bulan semenjak putusan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Sebagaimana dalam pasal 70 ayat 6 UU yang berbunyi “Jika suami dalam tenggang waktu enam bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak menghadap sendiri atau tidak mengirimkan wakilnya meskipun telah mendapatkan panggilan secara sah dan patut, maka gugurlah kekuatan penetapan tersebut, dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama. Djalil, 2006. Pihak yang dirugikan apabila putusan Pengadilan Agama tidak dilaksanakan dalam hal ini adalah isteri, karena mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah tidak dibayarkan oleh suami, sehingga nafkah tersebut dapat dimohonkan eksekusi, adapun jenis eksekusi yang berkaitan pembayaran mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah adalah eksekusi pembayaran sejumlah uang, yang dasar hukumnya adalah Pasal 197- 200 HIR dan Pasal 208-218 Apabila amar putusan berisi penghukuman pembayaran sejumlah uang, berarti tergugat rekonvensi dipaksa untuk melunasi sejumlah uang kepada Penggugat rekonvensi dengan jalan menjual lelang harta kekayaan Tergugat Manan, 2005. Eksekusi pembayaran mut’ah, nafkah iddah, nafkah madhiyah di Pengadilan Agama akan melalui beberapa tahapan yaitu Permohonan eksekusi, membayar biaya eksekusi, aanmaning sidang teguran, penetapan sita eksekusi, penetapan perintah eksekusi, pengumuman lelang, permintaan lelang, pendaftaran permintaan lelang, penetapan hari lelang, penetapan syarat lelang dan floor price, tata cara penawaran, pembeli lelang dan menentukan pemenang, pembayaran harga lelang barang hasil sita eksekusi mut’ah dan nafkah iddah. Tata cara tersebut dilakukan agar sesuai dengan peraturan yang ada sehingga tidak melanggar hukum serta lebih memudahkan dan mampu memenuhi hak-hak istri yang telah diceraikan berupa mut’ah, nafkah iddah dan nafkah madhiyah Mustofa. 2005. Dalam prakteknya, sangat jarang istri yang melakukan eksekusi karena tidak ingin memperpanjang perkara di Pengadilan. Praktek eksekusi mut’ah, nafkah iddah dan nafkah madhiyah jarang terjadi di pengadilan, hal ini dikarenakan ada alasan sebagai berikut 1. Biaya eksekusi yang dibebankan kepada isteri menurut pasal 89 ayat 1 UU Th. 1989 dijelaskan, bahwa biaya perkara dalam bidang perkawinan dibebankan kepada isteri. Hal ini mengakibatkan isteri enggan untuk mengajukan, mereka lebih memilih bersikap pasrah. 2. Besarnya biaya eksekusi yang tidak sebanding dengan jumlah nafkah yang diterima mantan istri. Biaya eksekusi tidaklah murah sebab melibatkan banyak pihak, sehingga yang harus dikeluarkan bermacam-macam. Kadangkala eksekusi harus dilakukan berkali-kali, karena hambatanhambatan yang terjadi di lapangan. Seperti pihak termohon yang tidak bekerja sama, sulitnya medan, ada pihak ketiga yang turut campur dan lain sebagainya. Jumlah nafkah yang dibebankan kepada suami biasanya tidak begitu besar karena para pihak yang berperkara umumnya dari masyarakat taraf ekonomi menengah. Bila terjadi permohonan eksekusi, maka biaya yang harus dikeluarkan tidak sebanding dengan harta yang akan diperoleh. Perlindungan Hukum Hak … Nasriah, Busthami & Baharuddin 24 !3. Tidak ada harta yang dieksekusi kadangkala keengganan suami untuk melunasi kewajiban nafkah isteri disebabkan keadaan ekonomi suami yang terbatas. 4. Tidak ada ketentuan prodeo dalam permohonan eksekusi, tidak dikenal istilah prodeo sehingga semua beban biaya yang dikeluarkan seratus persen harus ditanggung para pihak pemohon, dalam hal ini isteri selaku termohon. Pada dasarnya pengadilan tidak ikut campur dalam pelaksanaan pembayaran mut’ah, nafkah iddah dan nafkah madhiyah, namun demi mengupayakan jaminan istri bagi suami yang mempunyai iktikad tidak baik, hakim di Pengadilan Agama Belopa memerintahkan suami untuk membayar mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah sebelum pembacaan ikrar talak. Hal ini dilakukan untuk menjamin kepastian hak-hak mantan istri. Pelaksanaan pembayaran mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah yang dilakukan sesaat setelah pembacaan ikrar talak. Dalam pelaksanaan pemberian nafkah mantan istri, ada pendapat dari seorang hakim PA Belopa Bapak Muhammad Ali, yang berpendapat bahwa patokan pemberian nafkah mantan istri dilakukan sebelum pembacaan ikrar talak apabila jumlah keseluruhan dari nafkah mantan istri sejumlah maka hakim akan memerintahkan suami untuk melaksanakan pembayaran mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah sebelum ikrar talak. Sedangkan apabila jumlah keseluruhan nafkah mantan istri diatas Rp. maka pemberian nafkah mantan istri dilakukan setelah pembacaan ikrar talak. Menurut hemat penulis, nafkah yang diberikan setelah suami membacakan ikrar talak kurang efektif, karena dalam prakteknya di masyarakat banyak suami yang tidak mau membayarkan kewajibannya. Akibatnya mantan istri dan anak-anaknya terlantar serta istri harus bekerja keras untuk membiayai hidupnya dan anak-anaknya. Menurut penulis, kebijakan yang dilakukan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Agama Belopa sudah efektif meskipun secara yuridis pelaksanaan pembayaran nafkah mantan istri dilakukan setelah pembacaan ikrar talak. Apabila suami ingkar terhadap kewajibannya, maka istri dapat mengajukan permohonan eksekusi. Dalam prakteknya, jarang istri yang mengajukan permohonan eksekusi karena nafkah yang didapat tidak sebanding dengan biaya eksekusi terlebih ketika istri harus mengurusi anak-anaknya. Seorang hakim tidak hanya melihat undang-undang yang ada, akan tetapi mereka harus melihat apa yang terjadi di masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian oleh penulis tentang Pemberian Nafkah Isteri Akbiat cerai Talak yang diajukan dan diselesaikan di Pengadilan Agama Belopa selama kurung waktu 2 tahun terdapat 4 perkara yang diajukan dalam bentuk permohonan yang memuat tentang penerapan pemberian nafkah mantan istri yang merupakan dasar putusan dalam perkara cerai talak di Pengadilan Agama Belopa. Untuk mengetahui penerapan pemberian nafkah di Pengadilan Agama Belopa tersebut peneliti akan menganalisis setiap perkara kemudian akan menjelaskan bagaimana pelaksanaan isi putusan hakim tentang pemberian nafkah akibat cerai talak, adapun perkara tersebut yaitu 25 !"$%&'"*+,-./'"0" 1 Perkara Nomor 27/ Pada perkara 27/ yang didalam surat permohonannya tertanggal 08 November 2018 yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Belopa mengemukakan dalil-dalil permohonannya pada pokoknya bahwa tanggal 13 januari 1996 Miladiah bertepatan dengan tanggal 22 sya'ban 1416 Hijriah, Pemohon dengan Termohon melangsungkan pernikahan di Jambu, Desa Jambu, Kecamatan Bajo, Kabupaten Luwu, setelah akad nikah Pemohon dan Termohon hidup bersama sebagai suami-istri dengan bertempat kediaman dirumah orang tua Termohon, Bahwa selama ikatan pernikahan, pemohon dan Termohon telah melakukan hubungan badan layaknya suami isteri dan telah dikarunia 4 Empat orang anak. Adapun keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon semula berjalan rukun dan harmonis, tetapi sejak bulan Januari 2016 antara pemohon dengan termohon sering muncul perselisihan dan pertengkaran disebabkan oleh • Termohon tidak memberikan perhatian yang wajar kepada pemohon sebab termohon sering pergi meninggalkan pemohon dirumah tanpa keperluan yang jelas, sehingga sering membuat pemohon merasa kesepian; • Termohon sering berhutang kepada orang lain tanpa pengetahuan pemohon, dan tahu-tahu ada orang menagih utang ke rumah, sedangkan pemohon tidak pernah tahu penggunaan uang pinjaman itu; • Termohon sering cemburu buta dengan menuduh pemohon telah selingkuh dengan perempuan lain tanpa alasan; Namun pada keterangan saksi ditemukan fakta Bahwa saksi mengetahui kalau Pemohon telah beristri dan telah hidup serumah dengan perempuan lain selain termohon dan saksi tidak mengetahui apakah pemohon masih memberikan nafkah kepada termohon selam terjadi pisah tempat tinggal. Dalam pertimbangan hakim tersebut mengenai pemberian nafkah menjelaskan bahwa berdasarkan pasal 149 KHI dijelaskan, bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib memberikan mut’ah yang layak, dan memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, dalam hal ini, Termohon tidak mengajukan gugatan rekonvensi tentang hal tersebut karena Termohon tidak pernah hadir lagi di persidangan, namun Majelis Hakim memandang walaupun tidak diminta oleh Termohon, sedang Pemohon dipandang mampu untuk hal yang demikian, karena Pemohon mempunyai penghasilan yang cukup sebagai wiraswasta dan berdasarkan pengakuan Pemohon dan pra saksi dihadapan persidangan Pemohon mempunyai penghasilan perbulan rata-rata sebesar Rp. 00 lima juta rupiah, maka Majelis Hakim secara ex officio akan menghukum Pemohon untuk membayar mut’ah, nafkah iddah dan nafkah anak yang bernama Aditya Ainurochman, umur 5 Tahun. Besarnya nafkah iddah yang harus diberikan Pemohon kepada Termohon sesuai dengan kemampuan Pemohon, sebagaimana ketentuan Pasal 80 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam. Sebagaimana pengakuan Pemohon bahwa setiap bulan mempunyai gaji dengan total sejumlah Rp tiga juta lima ratus empat puluh sembilan ribu tujuh ratus empat puluh dua rupiah, maka Pengadilan memandang bahwa Pemohon layak dan Perlindungan Hukum Hak … Nasriah, Busthami & Baharuddin 26 !patut dihukum untuk membayar kepada Termohon nafkah mut’ah sejumlah Rp satu juta rupiah. Berdasarkan Rumusan Hukum Kamar Agama sebagaima dituangkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2017 Sebagai Pedoman Pelaksaan Tugas Bagi Pengadilan, menyatakan bahwa untuk memberi perlindungan hukum bagi hak-hak perempuan pasca perceraian, maka pembayaran kewajiban akibat perceraian, khususnya nafkah iddah, mut’ah dan madhiyah, dapat dicantumkan dalam amar putusan dengan kalimat dibayar sebelum ikrar talak. Oleh karena itu, nafkah iddah, mut’ah dan nafkah anak pemohon dan termohon yang bernama A. Sultani M. Kira bin A. Mallapuang, umur 21 tahun, A. Ummi Kalsum bin A. Mallapuang, umur 20 tahun, A. Muh. Hasbi bin A. Mallapuang umur 15 tahun dan A. Basri bin A. Mallapuang umur 11 tahun sebagaimana telah disanggupi secara rela oleh Pemohon dibebankan kepada Pemohon tersebut, maka Pengadilan berpendapat bahwa Pemohon patut pula dihukum untuk membayar dan menyerahkan nafkah iddah, mut’ah dan hadhanah tersebut di atas kepada Termohon sesaat sebelum Pemohon mengucapkan ikrar talak di depan sidang Pengadilan Agama Belopa. Dalam amar putusan pemohon dibebankan untuk membayar Mut’ah berupa Cincin Emas seberat 2 dua gram, Nafkah iddah selama 3 bulan sebesar Rp. satu juta lima ratus ribu rupiah, Nafkah untuk anak-anak Pemohon dan Termohon sejumlah Rp. satu juta rupiah setiap bulan, sampai dengan anak tersebut dewasa; 2. Perkara Nomor 33/ Alasan pemohon mengajukan permohonan dalam berita acara dikemukakan sebagai berikut - Termohon tidak pernah memberikan perhatian yang wajar kepada Pemohon sebab Termohon tidak mau ikut dengan Pemohon sehingga sering membuat Pemohon merasa kesepian; - Antara Pemohon dengan Termohon tidak ada kesepakatan tentang tempat tinggal bersama, Pemohon ingin tinggal di rumah orang tuanya sedangkan Termohon juga ingin tinggal di rumah orang tuanya sendiri; - Termohon tidak memberikan izin untuk membawa anaknya; - Bahwa, pada pertengahan tahun 2014 terjadi lagi cekcok disebabkan hal tersebut diatas lalu Pemohon pergi meninggalkan rumah sehingga terjadi perpisahan tempat tinggal sampai sekarang yang sudah berjalan kurang lebih 4 tahun lamanya dan sudah tidak saling memperdulikan lagi; Dalam pertimbangannya bahwa hakim telah melihat dan mengamati juga menganalisis kebenaran dalil-dalil permohonannya, adapun mengenai pemberian nafkah anak pada putusan ini hakim memberikan pembebanan nafkah berdasarkan pasal 149 KHI bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib memberikan mut’ah yang layak, dan memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, dalam hal ini, Termohon tidak mengajukan gugatan rekonvensi tentang hal tersebut karena Termohon tidak pernah hadir lagi di persidangan, namun Majelis Hakim memandang walaupun tidak diminta oleh 27 !"$%&'"*+,-./'"0" Termohon, sedang Pemohon dipandang mampu untuk hal yang demikian. Untuk besarnya nafkah iddah hakim pada pertimbangannya medasarkan pada ketentuan Pasal 80 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam, kemudian hakim tetap mengacu pada pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 149 huruf a Kompilasi Hukum Islam tetang ex-officio. Sehingga pada perkara ini hakim menjatuhkan putusan pembebanan mut’ah dan Nafkah Iddah masing- masing Mut’ah sebesar Rp. 00 lima ratus ribu rupiah; Nafkah iddah selama 3 bulan sebesar Rp. 00 satu juta lima ratus ribu rupiah; dan Menghukum Pemohon untuk menyerahkan Mutáh dan nafkah iddah sebagaimana pada point 4 empat amar putusan ini sebelum pemohon mengucapkan ikrar talak; 3. Perkara Nomor 74/ Seperti dalam Penetapan No 33/ Dalam kasus ini hakim juga menghukum pemohon untuk membayar Mut’ah dan Nafkah Iddah dengan pertimbangan berdasarkan pasal 149 KHI bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib memberikan mut’ah yang layak, dan memberikan nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, dalam hal ini, Termohon tidak mengajukan gugatan rekonvensi tentang hal tersebut karena Termohon tidak pernah hadir lagi di persidangan, namun Majelis Hakim memandang walaupun tidak diminta oleh Termohon, sedang Pemohon dipandang mampu untuk hal yang demikian sehinggga putusan hakim menjatuhkan kepada pemohon untuk membayar Mut’ah berupa Cincin Emas seberat 1 satu gram dan Nafkah iddah selama 3 bulan sebesar Rp. lima ratus ribu rupiah. 4. Perkara Nomor 91/ Nomor Perkara 91/ Dalam kasus ini sama seperti pada putusan sebelumnya bahwa hakim memberikan perlindungan hukum untuk istri yang diceraikan suaminya dengan pemberian nafkah mut’ah dan Iddah sebesar Mut'ah berupa cincin emas 1 satu gram dan nafkah Iddah selama tiga bulan sejumlah Rp. satu juta rupiah. Dari keseluruhan putusan yang dipaparkan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa, tinjauan Undang-undang Perkawinan dan Hukum Islam mengenai putusan Hakim Pengadilan Agama Belopa terhadap penetapan nafkah iddah dan mut’ah pada cerai talak telah sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal tersebut dibuktikan dengan penerapan hak ex officio oleh hakim dalam Undang-undang Perkawinan pasal 41 huruf c bahwa “pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas suami”. Hakim dapat mewajibkan terhadap suami meskipun isteri tidak menuntut apapun terhadap nafkah iddah maupun mut’ah. Kewajiban tersebut merupakan akibat talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap mantan isterinya, berdasakan dalam ketentuan KHI pasal 149 huruf a dan b bahwa “bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib a. Memberikan mut`ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul; b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, Perlindungan Hukum Hak … Nasriah, Busthami & Baharuddin 28 !kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil”. Hakim dapat menjatuhkan putusan bahwa tidak ada nafkah iddah bagi isteri dengan mempertimbangkan kenusyuzan isteri yang terkandung dalam KHI pasal 152 bahwa “bekas isteri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia nusyuz”. Landasan hukum yang digunakan hakim dalam menenetapkan kewajiban nafkah iddah dan mut’ah terdapat dalam al-Quran dan Hadits, yaitu terdapat dalam surat atTalaq ayat 6 dan al-Baqarah ayat 241, serta riwayat hadits oleh Ahmad dan Nasa’i yang menyatakan kewajiban suami memberikan nafkah iddah yang masih ada hak untuk merujuknya. Dalam sebuah putusan bagian pertimbangan adalah bagian yang dimulai dengan “Tentang Pertimbangan Hukumnya atau Tentang Hukumnya” yang memuat Rohmatilah, 2016. 1. Gambaran tentang bagaimana hakim mengkualifikasi, yaitu mencari dan menemukan hukum yang harus diterapkan pada suatu fakta dan kejadian yang diajukan; 2. Penilaian hakim tentang fakta-fakta yang diajukan; 3. Pertimbangan hakim secara kronologis dan rinci setiap item, baik dari pihak tergugat maupun penggugat; 4. Dasar hukum yang digunakan hakim dalam menilai fakta dan memutus perkara, hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Dalam penulisan tesis ini, penulis telah melakukan penelitian di Pengadilan Agama Belopa dan melakukan penelitian tentang perceraian dengan nomor perkara 27/ Nomor 33/ Nomor 74/ Nomor 91/ Dari hasil penelitian ini penulis dapat mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan pemberian nafkah iddah dan mut’ah pada perkara cerai talak. 1. Dalam ketentuan pasal 41 huruf c Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditegaskan bahwa akibat putusanya perkawinan karena perceraian maka pengadilan dalam mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri, dihubungkan dengan ketentual pasal 149 Kompilasi Hukum Islam yang menegaskan bahwa bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul. 2. Pertimbangan tersebut dihubungkan dengan fakta persidangan bahwa tergugat memiliki pekerjaan sebagai penjual emas dan memiliki penghasilan setiap bulan, sehingga tergugat dinilai mampu untuk memberikan mut’ah kepada penggugat dan oleh karena kehendak perceraian adalah kehendak tergugat suami. Tergugat patut dihukum untuk memberikan mut’ah kepada penggugat dan jika dikaitkan dengan kemampuan tergugat dalam persidangan, maka mut’ah yang wajib diberikan oleh tergugat adalah berupa cincin emas. Maksud dan tujuan mut’ah itu adalah sebuah kenang-kenangan terakhir dari tergugat selaku suami dan ditujukan untuk menghibur hati penggugat sebagai isteri yang diceraikannya. Manakala sang isteri yang telah sekian lama membina dan 29 !"$%&'"*+,-./'"0" menemani tergugat dengan tanpa mempersoalkan lagi masa lalu yang suram dan telah berakibat retaknya rumah tangga keduanya. 3. Menurut pendapat Majelis Hakim dengan mendasarkan kepada Yurisprudensi putusan Mahkamah Agung RI Nomor 280 K/AG/2004 yang diambil alih menjadi petimbangan Majelis Hakim dalam perkara ini yang menegaskan bahwa apabila terjadi perceraian, maka akibat perceraian harus ditetapkan sesuai dengan kebutuhan hidup minimum berdasarkan kepatutan dan keadilan termasuk mut’ah dan iddah. Sehingga atas dasar itu sesuai dengan kemampuan tergugat, Majelis Hakim perlu menetapkan mut’ah yang wajib diberikan tergugat kepada penggugat. 4. Berkenaan dengan nafkah iddah yang patut ditunaikan oleh tergugat jika dikaitkan dengan fakta dipersidangan, dengan mempertimbangkan kemampuan tergugat berdasarkan status pekerjaan tergugat serta pengakuan tergugat dalam persidangan, maka tergugat patut dibebani untuk memberikan nafkah iddah kepada penggugat. 5. Hakim dalam memutuskan perkara yang berkenaan dengan nafkah iddah dan mut’ah mempertimbangkan hal-hal yakni, Kepatutan/keadilan misalnya pekerjaan suami, berapa penghasilan suami perbulan dan memperhatikan apa keperluan isterinya. Kalau nafkah mut’ah tidak melihat apa isterinya nusyuz atau tidak karena mut’ah merupakan pemberian yang otomatis atau hak bagi perempuan yang bertakwa minimal bersifat mengurangi kesedihan isteri yang diceraikannya. Sedangkan nafkah iddah melihat apakah isteri nusyuz atau tidak salah satu bentuk yang bisa dilihat nusyuz atau tidak misalnya siapa yang pergi meninggalkan rumah, dan apa alasan dia meninggalkan rumah. Hakim juga melihat berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan dan apakah perceraiannya dikabulkan atau tidak serta berdasarkan keterangan dari saksi. Hakim juga mempertimbangkan karena adanya gugatan balik/rekonvensi, adanya kesepakatan dihadapan mediator dan dipertimbangkan dalam ex officio tidak dalam bentuk rekonvensi tetapi langsung masuk kepada pokok perkara. Ex officio Hakim adalah hak yang ada pada hakim yang penerapannya dilakukan karena jabatan demi terciptanya keadilan bagi masyarakat. 6. Hakim dalam memutuskan perkara mempertimbangkan hal-hal yakni, kepatutan dan keadilan misalnnya melihat pekerjaan suami dan berapa jumlah penghasilan suami perbulan, adanya gugatan balik/rekonvensi yang diajukan oleh isteri yang menuntut nafkah, adanya kesepakatan dihadapan mediator tentang hal yang mereka perselisihkan, dan dipertimbangkan dalam ex officio hakim atau hak yang ada pada hakim demi terciptanya keadilan bagi masyarakat. KESIMPULAN 1. Bentuk perlindungan hukum terhadap istri yang diberikan melalui putusan pengadilan yaitu berupa pemberian nafkah lampau, nafkah mut’ah, nafkah iddah, dengan cara pembebanan kepada bekas suami, dan penerapan bentuk perlindungan hukum hak-hak istri pasca perceraian, 2. Pelaksanaan pemberian nafkah omantan istri akibat cerai talak oleh mantan suami, belum dilaksanakan secara optimal disebabkan oleh faktor ekonomi, Perlindungan Hukum Hak … Nasriah, Busthami & Baharuddin 30 !faktor mantan suami menikah lagi, faktor psikologis, serta faktor karena mantan istri mampu untuk membiayai atau menafkahi diri sendiri. SARAN 1. Bahwa perlu adanya pengawasan tentang pemberian kewajiban bekas suami pasca terjadinya perceraian pada saat pemberian nafkah yang diberikan diluar persidangan. Meskipun mantan isteri dapat mengajukan eksekusi terhadap kewajiban nafkah yang lalai diberikan kepada mantan suaminya, namun alangkah lebih baik apabila bisa dicegah dengan pemberian nafkah iddah dan mut’ah saat masih dipersidangan. 2. Hendaknya dibuat suatu peraturan perundang-undangan mengenai batasan waktu pembayaran mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah madhiyah serta membuat peraturan tentang sanksi hukum bagi suami yang tidak mau membayar kewajibannya. Sebab, perangkat hukum yang ada sekarang ini masih belum dapat memberikan keadilan dan jaminan hak-hak istri yang diceraikan oleh suaminya. Dalam kasus perceraian, istri dalam keadaan lemah karena harus menanggung akibat perceraian dan masa iddah, terlebih jika istri mempunyai banyak anak dan tidak mempunyai penghasilan untuk membiayai hidupnya dan anak-anaknya. DAFTAR PUSTAKA Annas, S. 2017. Masa Pembayaran Beban Nafkah Iddah dan Mut’ah dalam Perkara Cerai Talak Sebuah Implementasi Hukum Acara di Pengadilan Agama. Al-Ahwal Jurnal Hukum Keluarga Islam, 101, 1-12. Bintania, A. 2013. Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, edisi ke I cet. II, Jakarta Raja Grafindo Persada. Djalil, 2006. Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta Kencana Prenada Media Group. Heniyatun, H., & Anisah, S. 2020. Pemberian Mut’ah Dan Nafkah Iddah Dalam Perkara Cerai Gugat. Profetika Jurnal Studi Islam, 211, 39-59. Manan, A. 2005. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, Cet. III, Jakarta Kencana. Mertokusumo, S. 1998. Hukum Acara Perdata di Indonesia, Yogyakarta Liberty. Munthohar, A. 2010. Hukum Acara Perdata Peradilan Agama, cetakan I, Semarang Wahid Hasyim University Press. Mustofa, 2005. Kepaniteraan Peradilan Agama, Jakarta Kencana. Ridwan, M. 2018. Eksekusi Putusan Pengadilan Agama Terkait Nafkah Iddah, Mut’ah. JURNAL USM LAW REVIEW, 12, 224-247. Rohmatilah, S. 2016. “Analisa Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Magetan tentang Izin Poligami”, Skripsi Sarjana, STAIN, Ponorogo, 31 !"$%&'"*+,-./'"0" Sabaruddin, S. 2019. Nafkah Bagi Istri dalam Masa Iddah Talak Raj’i Studi Pemahaman Masyarakat Kuala Baru, Aceh Singkil. Tadabbur Jurnal Peradaban Islam, 12, 232-256. Yulianti, D., Abikusna, R. A., & Shodikin, A. 2020. Pembebanan Mut’ah Dan Nafkah Iddah Pada Perkara Cerai Talak Dengan Putusan Verstek. Mahkamah Jurnal Kajian Hukum Islam, 52, 286-297. Mhd. Yadi HarahapRamadhan SyahmediMuhammad Safii SitepuPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaiman konskuensi yang timbul akibat tidak kemampuan pembayaran disebabkan oleh kasus talaq sebelum ikrar talak dibacakan terhadap kasus permohonan cerai talak, untuk bagaimana kebijakan yang dilakukan oleh hakim di pengadilan agama terkait kasus yang ditimbulkan akibat ketidakmampuan pembayaran Akibat Talak sebelum ikrar talak dibacakan terhadap kasus permohonan cerai talak, Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum empiris atau dikenal dengan nondoktrinal research, metode yang digunakan yaitu metode kualitatif, penelitian ini menggunakan pendekatan historis historical approach, teknik pengumpulan datanya dengan meneliti sampel berkas putusan perkara cerai talak seperti Putusan Pengadilan Agama Kelas I-A Medan Nomor 567/ Mdn, Hasil penelitian ini yaitu tidak boleh mengikrarkan talak didepan pengadilan jika tidak sanggup membayar, uang panjar yang dibaya akan hangus jika proses perkara terhenti, penetapan pembayaran Akibat Talak bagi pemohon ini memiliki regulasi yang jelas, memberi kesempatan kepada pemohon untuk mencukupkan jumlah Akibat Talak yang sudah ditetapkan juga agar terlindungi hak-hak perempuan sebagaimana yang diharapkan oleh UU Nomor 23 tahun 2004, majelis Hakim Pengadilan Agama Kota Medan sebagai Hakim hanya memiliki kewajiban untuk memeriksa dan mengadili perkara sampai memberikan putusan. Sabaruddin SabaruddinThis study aims to describe the understanding of the Kuala Baru Subdistrict community about providing livelihood for raj'i iddah talak describing the divorce practices in Kuala Baru and their implications for iddah livelihood, and describing how the Kuala Baru community views the wife's livelihood during the iddah period, and explains how the legal provisions Islam towards the practice of the Kuala Baru people towards the living of the iddah in raj'i talak. This research is included in qualitative research by pointing to field research. That is research which focuses more on the results of data collection to informants who have been determined, the data sources used are primary and secondary data using qualitative data analysis. The results of the study show that divorce practices have taken place in Kuala Baru Subdistrict only through the village government, and rarely come to court. Then, the understanding of the Kuala Baru people about the giving of iddah is still very minimal, so they think that if they are divorced there are no rights and obligations of husband and wife. Therefore, based on the provisions of Islamic law the custom that occurs in the Kuala Baru community about the absence of a living iddah for a wife who is denied by raj'i is very contrary to Islamic law, even al-'urf also rejects the habits of the Kuala Baru community, and also the benefit is very detrimental to women, because their rights are not Ridwanp>Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa eksekusi putusan pengadilan agama mengenai nafkah Iddah, Mut’ah. Perceraian merupakan suatu perbuatan hukum yang tentunya akan membawa pula akibat-akibat hukum tertentu. Perceraian dapat terjadi karena adanya talak dari suami atau gugatan perceraian yang dilakukan oleh istri, Pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban kepada mantan istrinya. Kewajiban dari mantan suami yang berupa mut’ah, nafkah iddah bila istrinya tidak nusyus dan nafkah untuk anak-anak. Pelaksanaan eksekusi terkait dengan kewajiban memberikan nafkah bagi bekas suami sebelum ikrar talak tidak diatur dalam undang undang, namun prakteknya hakim selalu berusaha agar bekas suami melaksanakan kewajibannya yaitu memberi nafkah untuk bekas istri sebelum dibacakan ikrar talak. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normative. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan eksekusi isi putusan terkait nafkah yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap Hakim Pengadilan Agama Semarang selalu mengantisipasi dengan cara hakim meajibkan bagi bekas suami untuk memberikan nafkah iddah, mut’ah kepada bekas istri sebelum pengucapan ikrar talak. Dalam prakteknya eksekusi nafkah tersebut tidak bisa dilaksanakan karena tidak ada aturan hukum yang jelas yang mengatur tentang eksekusi sebelum ikrar upaya yang bisa dilakukan oleh bekas istri apabila mantan suami enggan memberikan nafkah iddah, mut’ah adalah mengajukan permohonan eksekusi terkait hak hak nafkah yang seharusnya diterima melalui ketua pengadilan agama. Pengalihanhak atas tanah yang merupakan harta bersama seharusnya disetujui oleh pasangan suami istri, karena masing-masing pihak suami dan istri memperoleh bagian yang sama, yaitu setengah dari seluruh harta bersama. Hal ini disebabkan dengan status suami istri dalam perkawinan tanpa perjanjian kawin setelah menikah terjadi pencampuran harta Sekiranya berlaku kes bercerai mati atau suami meninggal dunia, isteri boleh membuat beberapa tuntutan. Berikut adalah hak-hak isteri selepas bercerai mati TEMPAT TINGGALSepanjang tempoh eddahnya, tempat tinggal seorang isteri yang kematian suami adalah dirumah yang didiami bersama suaminya ketika suaminya masih hidup. Manakala tempoh eddah pula ialah selama 4 bulan 10 hari. Disini anda boleh faham bahawa isteri boleh tinggal di rumah tersebut sehingga tempoh eddah HARTA SEPENCARIANHarta sepencarian ialah harta yang diperolehi bersama oleh suami-isteri semasa perkahwinan berkuatkuasa mengikut syarat-syarat yang ditentukan oleh Hukum Syarak. Harta sepencarian ini boleh dituntut oleh isteri di Mahkamah yang sepencarian termasuklah wang ringgit, harta alih, harta tak alih atau apa-apa aset yang dihasilkan atas perkongsian bersama dalam tempoh perkahwinan. Tuntutan harta sepencarian ini hendaklah dikemukakann ke Mahkamah Tinggi harta sepencarian adalah lebih berdasarkan kepada undang-undang adat Melayu. Oleh kerana prinsip harta sepencarian tidak berlawanan dengan kehendak Syariah Islam maka peruntukan harta sepencarian diterima sebagai sebahagaian daripda Undang-Undang Islam di Al-Quran ada menyebut“Orang lelaki ada bahagian dari apa yang mereka usahakan dan orang perempuan pula ada bahagian dari apa yang mereka usahakan”.Surah An-Nisaa’ 32Dalam ayat ini dapat kita fahami bahawa hak wanita dalam harta benda itu bergantung dari apa yang Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah Persekutuan 1984, harta sepencarian ditakrifkan sebagai“Harta yang diperolehi bersama oleh suami isteri semasa perkahwinan berkuatkuasa mengikut syarat-syarat yang ditentukan oleh Hukum Syarak’.Menurut Kadi Besar Pulau Pinang Hj. Harussani bin Hj. Zakaria pada masa itu ketika memutuskan kes Piah bt. Said lwn Che Lah bin Awang 1983, Jld. 2 harta sepencarian ditakrifkan“Harta yang diperolehi bersama-sama suami isteri itu hidup bersama dan berusaha, sama ada keuda-dua pasanagan itu sama-sama bekerja dalam bidang yang sama atau dalam bidang yang berlainan dan sama ada secara rasmi atau tidak rasmi sama ada dibahagikan tugas atau tidak”.Jika ada keterangan yang cukup siapa yang mengusahakan harta itu maka hasil itu terpulang kepadanya;Jika tidak ada keterangan yang cukup di atas usaha masing-masing, mereka dikehendaki bersumpah. Apabila bersumpah semuanya, maka harta itu dibahagikan sama banyak juga. Jika semuanya enggan bersumpah dibahagikan sama banyak juga. Jika salah seorang enggan bersumpah, maka harta itu terpulang semua kepada yang bersumpah. Jika salah seorang atau semuanya telah mati maka hukum bersumpah itu dipertanggungjawabkan ke atas waris si mati sekiranya waris itu berlaku adat kebiasaaan bahawa salah seorang daripada suami isteri itu berusaha lebih dari yang lain, maka persetujuan pembahagian hendaklah mengikut adat kebiasaan itu. Jika persetujuan tidak didapati maka pembahagiannya adalah seperti a dan b di Ahmad Ibrahim ketika memberi keputusan Lembaga Rayuan Wilayah Persekutuan bagi kes Mansjur lwn Kamariah 1988, Jld. VI, 2 tentang harta sepencarian menyatakan“Apabila timbul pertikaian mengenai kadar pembahagian harta seperncarian, jika tidak terdapat persetujuan, keputusan diserahkan kepada hakim yang menggunakan budibicaranya”. Ini bermakna hakim akan membuat keputusan sendiri berdasarkan budi bicaranya”.Persoalan yang timbul ialah bagaimana kedudukan seseorang isteri yang hanya bertugas sebagai suri rumahtangga sepenuh masa, adakah ia berpeluang menuntut harta sepencarian? Dalam kes Boto’ binti Taha lwn Jaafar bin Muhammad 1984, 1 telah diputuskan bahawa seorang isteri yang hanya bertugas menolong suami berhak mendapat harta sepencarian. Fakta kesnya adalah seperti berikutPihak menuntut isteri telah menuntut harta sepencarian dari bekas suaminya separuh dari harta yang diperolehi semasa dalam perkahwinan. Harta-harta itu termasuk tanah, rumah, perahu, jala ikan dan warung ikan gerai tempat menjual ikan. Apabila ia isteri berkahwin dengan pihak yang kena tuntut suami pihak yang menuntut telah meninggalkan kerjayanya sebagai pembantu kedai di sebuah restoren dan bertugas sebagai suri rumah di samping membantu tugas-tugas suami. Yang Arif Hakim Saleh Abas ketika itu ketika memutuskan kes itu menyatakan“Pihak menuntut isteri menemani pihak kena tuntut boleh dikira sebagai usahanya bersama atau sumbangannya memperolehi pendapatan yang mana telah menghasilkan harta itu. Memang betul bahawa pihak menuntut isteri tidak mengambil bahagian langsung dalam perniagaan ikan dengan pihak kena tuntut suami akan tetapi kesediaannya berdampingan dengan pihak kena tuntut adalah menghasilkan ketenangan fikiran yang membolehkannya berniaga dengan berkesan. Oleh tu adalah kenyataan perkahwinan mereka dan apa yang mereka berbuat semasa perkahwinan yang menjadikan harta itu sebagai harta sepencarian”.Menurut Kadi Besar Pulau Pinang, Yang Arif Hj. Harussani bin Hj. Zakaria pada masa itu ketika memutuskan kes Nor Bee lwn Ahmad Shanusi 1978, Jld. 1, 2 mengenai harta sepencarian“Harta sepencarian diluluskan oleh Syarak atas dasar khidmat dan perkongsian hidup. Isteri mengurus dan mengawal rumahtangga ketika suami keluar mencari nafkah. Isteri menurut Syarak berhak mendapat orang gaji dalam menguruskan rumahtangga. Jika tiada orang gaji maka kerja memasak, membasuh dan mengurus rumah hendaklah dianggap sebagai sebahagian dari kerja yang mengurangkan tanggungan suami”.Ini bermakna seseorang suri rumahtangga berhak menuntut harta sepencarian dari HUTANG DALAM PERKAHWINANSeseorang isteri boleh membuat tuntutan hutang ke atas bekas suaminya jika didapati bekas suaminya tidak membayar mas kahwin, tidak memberi saraan hidup ketika dalam tempoh perkahwinan, tunggakan nafkah anak dan PEMBAHAGIAN HARTA PUSAKA BERDASARKAN FARAIDBentuk harta yang boleh dibahagikan secara Faraid adalahTanah, bangunan rumah, kilang, gudang dll;Barang kemas emas, perak dll;Insurans, saham, bon, wang tunai, dll sama ada dilabur atau tidak;Tanah, kebun, ladang dll;Binatang ternakan seperti kambing, lembu, unta, kerbau kepada si mati berhak mendapat 1/4 jika Tiada anak ATAU Tiada cucu dari anak lelaki1/8 jika Mempunyai anak ATAU Mempunyai cucu dari anak lelaki5. TANGGUNGJAWAB TERHADAP ANAKWali sebelah keluarga lelaki yang bertanggungjawab terhadap anak peninggalan arwah. Wali yang mendapat bahagian dalam faraid perlu menanggung kebajikan dan pendidikan anak-anak si arwah. Sama ada ianya datuk kepada anak-anak tersebut ataupun pakcik-pakcik mereka jika datuknya telah tiada.
hakanak dan istri setelah perceraian Dunia tidak akan kekurangan alasan untuk menyalahkan yang benar dan/atau untuk membenarkan yang salah. Bagaimanapun cerdiknya seseorang mensiasati kehidupannya, akhirnya ia akan menjadi orang yang kalah dan merugi juga, jika ia tidak mempunyai kejujuran dan keikhlasan dalam menjalani kehidupannya.
PETALING JAYA – Peritnya apabila diuji dengan suatu kehilangan terutamanya apabila menerima berita kematian membabitkan insan yang rapat dengan diri kita, lebih-lebih lagi melibatkan tonggak keluarga seperti suami yang telah berjanji untuk sehidup semati. Selain itu, wanita yang kehilangan suami perlu tahu hukum-hakam tentang faraid agar dapat menuntut hak sebagai seorang isteri pada harta yang ditinggalkan suami atau bekas suami. Peguam Syarie, Khairul Fahmi Ramli berkata, jika pasangan itu membeli rumah dalam tempoh perkahwinan sama ada dibeli oleh suami atau isteri, ia boleh dianggap sebagai harta sepencarian. “Apabila suami beli rumah tersebut semasa tempoh perkahwinan dan suami meninggal, rumah itu dikategorikan sebagai harta pencarian dan isteri boleh membuat tuntutan berdasarkan tiga keadaan. “Antara tiga keadaan yang membolehkan isteri menuntut rumah sebagai harta sepencarian adalah bila suaminya cerai hidup, suami disahkan berpoligami dan suami meninggal dunia balu,” katanya dalam satu sesi siaran langsung di laman Facebook miliknya. Tambah Khairul, jika isteri diceraikan dan berlaku kematian suami dalam tempoh iddah, wanita itu boleh membuat tuntutan terhadap harta sepencarian dan harta pusaka suami. Sementara itu, beliau turut memaklumkan, jika rumah dibeli oleh suami sebelum tempoh perkahwinan, ia tidak dikira sebagai harta sepencarian. “Sekiranya setelah berkahwin, isteri mengeluarkan duit sendiri dalam membantu membesarkan atau mengubah suai struktur rumah, ia boleh dikategorikan sebagai harta sepencarian dan isteri ada hak membuat tuntutan,” katanya. – K! ONLINE .
  • 2pgjcor60w.pages.dev/858
  • 2pgjcor60w.pages.dev/397
  • 2pgjcor60w.pages.dev/957
  • 2pgjcor60w.pages.dev/822
  • 2pgjcor60w.pages.dev/836
  • 2pgjcor60w.pages.dev/299
  • 2pgjcor60w.pages.dev/983
  • 2pgjcor60w.pages.dev/210
  • 2pgjcor60w.pages.dev/194
  • 2pgjcor60w.pages.dev/65
  • 2pgjcor60w.pages.dev/961
  • 2pgjcor60w.pages.dev/146
  • 2pgjcor60w.pages.dev/816
  • 2pgjcor60w.pages.dev/911
  • 2pgjcor60w.pages.dev/991
  • hak mantan istri setelah perceraian